Panyabungan (HayuaraNet) – Uang makan KPPS (Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara) disantap PPS (Pantia Pemungutan Suara). Demikian dugaan yang muncul atas tidak tersalurkannya biaya konsumsi sebesar Rp882 ribu per TPS (Tempat Pemungutan Suara) di beberapa kecamatan di Kabupaten Mandailing Natal (Madina), Sumut.
Sesuai informasi yang diterima wartawan media ini, dari belasan TPS di Kecamatan Panyabungan, Panyabungan Barat, dan Panyabungan Timur ditemukan hanya satu KPPS yang mengaku menerima anggaran konsumsi itu. Sementara sisanya menyebut tak mengetahui ada anggaran lain di luar biaya operasional berjumlah Rp3,5 juta.
Berdasarkan keterangan anggota KPPS, uang makan selama pemilihan dan penghitungan suara dianggarkan dari biaya operasional tersebut. Dari jumlah Rp3,5 juta itu ada variasi anggaran yang benar-benar diterima KPPS setelah dipotong pajak dan SPJ. Misalnya, di kawasan Panyabungan ada yang mendapat Rp3 juta, Rp2,8 juta, serta Rp1,7 juta.
Variasi angka itu muncul sesuai kebijakan atas hasil musyawarah antara PPS dengan KPPS karena ada beberapa kebutuhan TPS yang disiapkan oleh PPS. Dengan tidak adanya transparansi anggaran konsumsi itu, setiap PPS mendapat ‘uang saku’ tambahan Rp882 ribu per TPS yang ada di desa atau kelurahan setempat.
Mengenai hal ini, anggota PPS yang dimintai keterangan terkesan menghindar dan enggan memberikan jawaban. Namun, tidak dengan ketua PPS Batang Gadis Jae. Dia mengaku menyerahkan seluruh biaya operasional dan uang konsumsi setelah dipotong pajak dan SPJ. “Itu hak mereka. Jadi, kami serahkan semuanya selain dari pajak dan SPJ. Jumlahnya lebih dari Rp4,3 juta,” katanya ketika diwawancarai di depan aula Kantor Camat Panyabungan Barat, Kamis (15/02) siang.
Ketua KPU Madina Muhammad Ikhsan Matondang mengaku mengetahui adanya pemotongan anggaran yang dilakukan oleh PPS setelah ada pemberitaan dari media. Padahal, sejak awal pihaknya telah menyampaikan agar tidak dilakukan pemotongan dengan alasan apa pun. “Kecuali pemungutan pajak yang sesuai dengan aturan yang berlaku,” katanya, Kamis (15/02) sore.
Mendapati informasi itu, Ikhsan mengaku sudah mengingatkan kembali dan menyampaikan agar anggaran KPPS disalurkan sebagaimana mestinya.
Sebelumnya Plt. Sekretaris KPU Madina Zulham yang dikonfirmasi, Rabu (14/02), memaparkan biaya operasional KPPS per TPS sesuai ketentuan KPU dibagi atas empat kategori. Pertama, operasional KPPS meliputi ATK, paket seluler Sirekap, transport, dan vitamin senilai Rp1.000.000,-.
Kedua, biaya pembuatan TPS senilai Rp2 juta. Ketiga, biaya sewa printer dan penggandaan sebesar Rp500 ribu. Terkahir, biaya konsumsi sebesar Rp882 ribu. Semua biaya tersebut telah disalurkan kepada masing-masing PPS.
Biaya konsumsi ini yang banyak ‘disantap’ oleh PPS. Tak hanya dipotong, anggota PPS pun diduga tak menyampaikan keberadaan anggaran ini sehingga banyak anggota KPPS yang bingung ketika dimintai keterangan.
Sebagai informasi, KPPS merupakan garda terdepan penyelenggaraan Pemilu di Indonesia. Sebab mereka yang bersentuhan langsung dengan pemilih maupun calon. Meskipun hanya bekerja beberapa hari, tugas KPPS termasuk padat dan berat. Bahkan pada Pemilu 2019 lalu sebanyak 894 petugas KPPS meninggal karena kelelahan
Saling ‘santap’ anggaran di antara para penyelenggara pemilu seolah sudah menjadi hal lumrah. Sebelum ini, PPK Sinunukan disebut memotong anggaran ATK seluruh PPS setempat sebesar 50 persen per bulannya. Hal itu disampaikan langsung oleh beberapa anggota PPS yang diwawancarai di Sinunukan beberapa waktu lalu. (RSL)