Panyabungan (HayuaraNet) – Tim Investigasi Semburan Lumpur PT SMGP yang diketuai Wakil Bupati Mandailing Natal (Madina) Atika Azmi Utammi Nasution ternyata tidak pernah hadir menjumpai masyarakat usai insiden di Well Pad T-12, 24 April 2022 lalu.
Hal itu disampaikan Kepala Desa Sibanggor Julu Awaluddin ketika dijumpai di kediamannya, Desa Sibanggor Julu, Kecamatan Puncak Sorik Merapi, Madina.
“Seingat saya sejak kejadian terakhir di Tenggo 12 tidak pernah datang menjumpai masyarakat baik bupati, wakil bupati maupun tim investigasi. Justru yang hadir gubernur. Memang didampingi Bupati, tapi kalau secara khusus pemda tidak hadir,” katanya, Selasa (13/9) malam.
Terkait surat balasan PT SMGP yang belakangan viral, Awal mengaku kecewa dengan keterangan perusahaan yang terkesan mengabaikan 22 korban akibat insiden semburan sumur.
“Kita menyurati mereka untuk membuka ruang mediasi karena kita menilai perusahaan dan warga ada di wilayah yang sama, istilahnya jalur kekeluargaan, tapi surat perusahaan tersebut terkesan mengabaikan masyarakat,” ucapnya.
Kepala Desa menjelaskan, permintaan Rp 100 juta dari masyarakat berpatokan pada RDP Komisi VII DPR RI dengan pihak Kementerian ESDM.
“Masyarakat melihat dari situ (RDP-red) karena insiden ini telah berulang dan korbannya tidak sedikit. Di RDP itu malah disebutkan 500 juta rupiah. Soal H2S yang kata mereka tidak ada, pada awalnya perusahaan mengakui ada paparan H2S meskipun hanya 10 ppm,” urainya.
Awal menerangkan, persoalan yang terjadi tidak boleh dilihat semata dari ada atau tidaknya H2S, tapi korban berjatuhan karena ada aktivitas perusahaan.
“Perusahaan memandang sepele masyarakat, untuk kompensasi insiden di Wall Pad AAE-05 (kejadian 6/3) bahkan baru selesai bulan lalu. Selain itu, untuk janji-janji perusahaan seperti pengaspalan, pembangunan gapura, dan rabat beton baru dikerjakan ketika masyarakat melakukan aksi,” ungkapnya.
Mengenai pernyataan Bupati H. M. Jafar Sukhairi Nasution yang akan memanggil perusahaan dan kepala desa, Awal mengaku belum mengetahui kabar tersebut.
“Harapan masyarakat pemerintah daerah hadir dan memediasi sampai tercapai kesepakatan. Jangan seperti sebelumnya kami terkesan diabaikan,” ujarnya.
Awaluddin mencontohkan kompensasi kasus kebocoran gas H2S pada Januari 2021 yang menewaskan 5 orang selesai dengan cepat karena kehadiran pihak pemerintah.
“Meskipun proses hukum belum terlihat hasilnya, tapi kompensasi kepada masyarakat yang jadi korban selesai dengan cepat,” jelasnya.
Sementara untuk kasus di Wall Pad T-12 perusahaan baru memberikan kompensasi berupa uang ganti upah harian sebesar Rp 80 ribu per rumah tangga.
“Kemudian ganti rugi untuk lahan yang terkena semburan lumpur dengan besaran tergantung luas lahannya,” imbuhnya.
Adanya isu yang menyebutkan oknum pejabat pemerintah ikut bermain proyek atau bisnis besi tua perusahaan, kepala desa mengaku tidak tahu pasti.
“Isu yang berkembang di luar, itu pula yang kami dengar di sini,” tutupnya. (RSL)