Panyabungan (HayuaraNet) – Anggota DPRD Kabupaten Mandailing Natal (Madina) dari daerah pemilihan IV Teguh W. Hasahatan Nasution mendesak pimpinan DPRD untuk segera menandatangani rekomendasi Komisi II untuk menghindari konflik lebih lama. Terlebih, per hari ini, Rabu (29/3), sudah 10 hari masyarakat unjuk rasa di depan perkebunan PT Rendi Permata Raya.
Ketua DPC PDIP Madina menerangkan, pimpinan DPRD itu kolektif kolegial sehingga apabila Ketua DPRD Madina Erwin Efendi Lubis sedang tidak berada di tempat atau tugas di luar kota, penandatanganan rekomendasi bisa dilakukan pimpinan lain.
“Tidak perlu lagi memanggil perusahaan. Wakil ketua bisa menandatangani rekomendasi itu. Ini demi menghindari konflik berkepanjangan, terlebih antar warga dengan APH yang berjaga,” katanya, Rabu (29/3) dini hari.
Teguh menambahkan, pembangunan kebun plasma oleh PT Rendi kepada masyarakat Desa Singkuang I, Kecamatan Muara Batang Gadis, Madina, Sumut, telah menjadi consern lembaga DPRD sejak 2019. Hal ini dibuktikan dengan konsultasi Komisi II ke Ditjenbun Kementerian Pertanian RI dan Ditjen Hubungan Hukum Kementerian ATR/BPN RI pada 05 Maret 2021 lalu.
“Jangan sampai upaya yang dilakukan selama ini justru menimbulkan persepsi buruk di tengah-tengah masyarakat,” ujarnya.
Teguh menerangkan, hingga hari ini masyarakat masih bertahan di depan perkebunan menuntut kewajiban perusahaan membangun plasma. “Saya kasihan melihat saudara-saudara saya terus menerus menanti hak mereka tanpa kepastian,” ungkapnya.
Sementara itu, Ketua Koperasi Produsen Hasil Sawit Bersama Sapihuddin mengatakan, pada prinsipnya masyarakat siap membubarkan diri dengan sukarela apabila rekomendasi dari Komisi II DPRD itu sudah sampai ke meja bupati dan dilaksanakan.
“Kami lelah, aparat selaku keamanan juga begitu. Dengan kejenuhan seperti ini bukan tak mungkin emosi meinggi dan terjadi benturan antara warga dengan pihak keamanan,” katanya.
Pria yang akrab disapa Ustaz Buyung Umak menyampaikan, dalam pandangan masyarakat rekomendasi pemberian sanksi itu sudah tepat. “Tapi, pertanyaannya kapan dilayangkan. Apa harus ada dulu korban jiwa akibat kelelahan,” ujarnya penuh tanda tanya.
Dia menilai, ketua DPRD tak perlu memanggil direksi PT Rendi lagi sebab pada nyatanya rapat Forkopimda yang dilaksanakan, Jumat (24/3) lalu, tak digubris perusahaan dengan baik.
“Buktinya yang hadir hanya administratur, bukan pengambil keputusan. Bagi kami, PT Rendi bukan lagi sekadar tidak patuh, tapi juga menunjukkan perlawanan,” terangnya.
Sapihuddin menceritakan, pada Minggu (26/3) perusahaan berupaya mengangkut TBS (tandan buah segar) melewati portal dengan pengawalan polisi. Dalam pandangan masyarakat, langkah perusahaan itu upaya membenturkan pengunjuk rasa dengan APH (aparat penegak hukum).
“Kami paham salah satu tugas aparat itu mengamankan investasi, tapi di sisi lain mereka juga harus memastikan hak-hak masyarakat terpenuhi dengan baik,” pungkasnya.
Sebelumnya, Komisi II DPRD menggelar rapat internal terkait pembangunan plasma oleh PT Rendi dengan tiga rekomendasi. Pertama, sanksi administratif, penghentian sementara aktivitas perusahaan, dan pencabutan izin.
Ketua DPRD Erwin Efendi Lubis mengaku telah menerima rekomendasi itu, tapi dia menyebutkan harus terlebih dahulu memanggil pihak perusahaan sebelum menandatangani rekomendasi tersebut. (RSL)