Panyabungan (HayuaraNet) – Pejabat di Dinas Pendidikan (Disdik) Kabupaten Mandailing Natal (Madina), Sumut, seolah tak puas hanya ‘membegal’ dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dengan memaksakan beragam item belanja sesuai kehendak mereka. Kini muncul dugaan kalau instansi tersebut telah dijadikan sarang pungutan liar (pungli).
Dugaan itu sesuai penuturan beberapa kepala sekolah yang berhasil dihubungi HayuaraNet beberapa waktu lalu. Berdasarkan keterangan pimpinan sekolah tingkat SD itu, pejabat di Disdik Madina meminta biaya pengurusan SP2B sebesar Rp600 ribu untuk manajer BOS dan beberapa ratus ribu lagi kepada pegawai di bidang tersebut.
“Dulu kami hanya memberikan uang terima kasih seikhlasnya, tapi sekarang dipatok. Sekolah kecil bisa sampai Rp800 ribu, sementara sekolah besar ada yang sampai Rp1,2 juta,” kata kepala sekolah di wilayah Panyabungan yang meminta namanya tidak dituliskan.
“Jabatan taruhannya,” ujarnya, Selasa (16/5) lalu, terkait permintaan penyembunyian identitas.
Selain biaya pengurusan SP2B, pejabat di Disdik Madina juga diduga meminta uang penerbitan SK kepala sekolah. Berdasarkan penelusuran di beberapa tempat, besaran uang yang harus dikeluarkan oleh kepala sekolah bervariasi. Wilayah Panyabungan dipatok Rp500 ribu. Angka ini sama dengan Kecamatan Kotanopan. Sementara, korwil yang menaungi Kecamatan Panyabungan Barat dan Hutabargot mematok Rp700 ribu.
“Itu diserahkan kepada bendahara korwil,” sebut kepala sekolah lain yang berhasil dihubungi hari ini, Rabu (31/5).
Dugaan pungli lainnya adalah pemotongan THR ASN guru sebesar Rp50 ribu. Angka ini terlihat kecil, tapi akan menggiurkan jika dikalikan dengan jumlah ASN guru di Bumi Gordang Sambilan.
Ketiga pungutan tersebut kuat dugaan tidak memiliki legalitas hukum sehingga dapat dikategorikan sebagai pungutan liar dan melanggar Pasal 368 KUHP dan Perpres No. 87 Tahun 2016. Dalam KUHP, ancaman hukuman bagi pelaku pungli adalah pidana penjara paling lama sembilan tahun.
Sebelumnya, dinas yang disiapkan untuk menata pendidikan itu telah menjadi sorotan berbagai elemen masyarakat karena banyaknya ‘pemaksaan’ item yang harus dimasukkan ke RKAS. Bahkan, Manajer BOS Disdik Madina Muhammad Fuad disebut mengumpulkan para kepala sekolah untuk memastikan item-item yang dikehendaki pejabat di Disdik Madina dianggarkan tahun ini.
Beberapa item yang menjadi sorotan adalah pelaksanaan tes IQ dengan biaya Rp125 ribu per siswa. Secara aturan tak salah dianggarkan dalam RKAS, tapi banyaknya siswa yang jadi target pelaksanaan tes terkesan hanya untuk menambah pundi-pundi rupiah orang-orang tertentu. Selain itu, di beberapa sekolah, sesuai penuturan kepala sekolah, tes tersebut tidak dilaksanakan, tapi tetap diharuskan untuk melakukan pembayaran biaya tes.
Kemudian, pengadaan rebana dengan nilai Rp9 juta rupiah. Harga ini naik sekitar 100-200 persen dari harga normal di berbagai toko dan platform jual beli daring. Urgensi pembelian alat musik ini pun menjadi pertanyaan yang menimbulkan prasangka buruk di tengah masyarakat.
“Urgensinya apa? Yang melatih siapa? Nanti pasti akan datang lagi perintah untuk menyediakan anggaran pelatih dan sosialisasi. Itu artinya beban tambahan untuk sekolah,” kata kepala sekolah lain sebagaimana dimuat HayuaraNet dengan judul ‘Disdik Madina “Paksa” Sekolah Anggarkan Pembelian Rebana Sebesar Rp9 Juta’ beberapa hari lalu.
Hal lain yang menimbulkan dugaan pejabat di Disdik Madina ‘membegal’ dana BOS adalah pengadaan sampul raport dan buku Ramadan. Untuk item yang disebut terakhir ada indikasi tidak sesuai dengan petunjuk teknis penggunaan dana BOS karena termasuk buku sekali pakai. Sementara harga sampul sama dengan rebana, jauh di atas harga pasar.
Kadisdik Madina Dollar Hafriyanto Siregar dan Manajer BOS Muhammad Fuad yang dikonfirmasi melalui surat tertulis tidak memberikan jawaban apa pun. Termasuk kemungkinan ‘pemaksaan’ item-item itu sesuai perintah pimpinan atau karena komitmen fee dengan rekanan.
Sementara itu, Ketua Komisi I DPRD Madina Hamdani mengatakan pihaknya akan kembali memanggil kadisdik untuk menjelaskan pengadaan berbagai item tersebut secara terperinci. Anggota DPRD dari Fraksi PKS ini menerangkan, sebelumnya telah digelar RDP dengan Disdik Madina, tapi Dollar Hafriyanto tak sekalipun menghadiri rapat tersebut.
“Ini sudah menjadi perhatian kami di komisi. Dalam waktu dekat akan dilaksanakan rapat internal, salah satu pembahasannya untuk menyurati bupati terkait keengganan kepala Dinas Pendidikan mengikuti rapat dengan kami,” ujarnya, Rabu (31/5).
Hamdani menambahkan, dari hasil kunjungan kerja ke Kota Binjai, Sumut, beberapa waktu lalu disimpulkan pengadaan buku Ramadan di Madina ada indikasi melanggar juknis dana BOS.
“Secara regulasi pengadaan tes IQ sah-sah saja, tapi bukan itu poinnya. Urgensi dan pelaksanaan yang memaksakan banyak siswa harus dijelaskan oleh mereka (Disdik). Selain itu, dari hasil kunjungan kerja, pengadaan buku Ramadan ada indikasi tidak sesuai mekanisme,” tutupnya. (RSL)