Hutabargot (HayuaraNet) – Setelah sempat vakum beberapa tahun akibat pandemi Covid-19, pelatihan pembuatan sepatu kulit dari anggaran dana desa di Desa Simalagi, Kecamatan Hutabargot, Kabupaten Mandailing Natal (Madina), Sumut, kembali dibuka tahun 2023 ini. Seperti sebelumnya, pelatihan ini hanya menyasar lima peserta.
“Peserta hanya lima orang dengan target salah satu di antara mereka, ketika pelatihan selesai, sudah mahir,” kata Kepala Desa Simalagi Muhammad Dahlan Pulungan ketika diwawancarai di tempat pelatihan, Senin (16/10).
Dahlan menerangkan, pelatihan ini dibuka kembali melihat prospek di tahun 2019 saat pertama kali diadakan. “Waktu itu sudah ada orderan, termasuk dari Dinas Kominfo sekitar 80 pasang ditambah kadis-kadis,” terangnya.
Kepala desa menuturkan, peserta tahun ini berbeda dengan tahun 2019 lalu. “Kan, ada pandemi, jadi pelatihan distop. Peserta itu sudah pada merantau. Ini peserta yang baru semuanya,” ujar Dahlan.
Untuk tahun ini, pelatihan direncanakan selama satu bulan penuh. “Tapi, nanti kami lihat dulu kalau masih butuh tambahan waktu akan kami tambah satu atau dua bulan lagi,” ungkapnya.
Dahlan menceritakan, awalnya dia melihat banyak anak muda yang tidak punya pekerjaan tetap di desanya dan terpikir untuk memberikan pelatihan sehingga mereka terberdayakan. “Sebelumnya yang saya lihat hanya pelatihan menjahit dan membuat kue, kalau membuat sepatu belum ada. Itu makanya kami pilih,” paparnya.
Terkait jumlah peserta, Dahlan ingin pelatihan ini benar-benar berjalan dengan maksimal. “Kalau ramai takutnya tidak serius. Ada dulu yang berhasil baru nanti masyarakat lihat hasilnya. Saya yakin setelah itu bisa dibuka dalam jumlah banyak,” terangnya.
Dia berharap pelatihan yang baru berjalan beberapa hari ini mendapat dukungan dari pemerintah daerah berupa bantuan pemesanan. “Kalau pemerintah order ke kami artinya ada pasar yang dikejar. Tidak usah bantuan dana, ini saja dulu,” harapnya.
Untuk mendapatkan hasil maksimal, pelatih yang didatangkan pun merupakan pekerja yang membidangi pembuatan sepatu kulit lebih dari 30 tahun. “Kalau saya sudah 30 tahun lebih di pekerjaan ini,” kata Syafril, pelatih yang didatangkan dari Medan.
Syafril menuturkan, sebagai pengrajin yang telah malang melintang dalam pembuatan sepatu kulit, dia telah mendapat kepercayaan dari beberapa merek. “Kami yang mengerjakan, tapi perusahaan yang memasarkan,” ujarnya.
Dia pun melihat potensi pasar sepatu kulit bagi pengrajin di Desa Simalagi ini punya prospek yang bagus. “Kalau jahitan rapi dan bagus, pasti orang-orang di sini akan beli. Utamanya pegawai pemerintah,” tutupnya.
Sementara itu salah satu peserta Rasyid mengaku senang dengan pelatihan ini. Dia bahkan telah berniat akan melakukan improvisasi nantinya setelah mahir dalam pembuatan sepatu.
“Kalau sudah bisa membuat sepatu, bukan tak mungkin nanti bisa juga membuat ikat pinggang atau sendal,” katanya.
Untuk diketahui, pembuatan sepatu kulit di Desa Simalagi sempat ‘menghebohkan’ Bumi Gordang Sambilan pada 2019 lalu karena hal seperti ini sebelumnya tidak pernah ada. Bahkan, bupati dan beberapa pejabat saat itu langsung memesan sepatu buatan anak Madina ini. (RSL)