Panyabungan (HayuaraNet) – Dandim 0212/Tapanuli Selatan Letkol Inf. Amrizal Nasution menyebut kasus PETI (Penambangan Emas Tanpa Izin) merupakan persoalan seksi karena kerap bermuatan politik, kepentingan, dan ekonomi. Hal itu pun menurutnya terjadi di Kotanopan, Kabupaten Mandailing Natal (Madina), Sumut.
Demikian disampaikan Letkol Amrizal dalam rapat Penanganan Pertambangan Tanpa Izin di Kecamatan Kotanopan. Rapat berlangsung di aula Kantor Bupati Madina, Kompleks Perkantoran Payaloting, Panyabungan, Kamis (04/04). “Persolaan tambang seksi karena pasti akan bermuatan politik dan ekonomi. Ada hal lain yang lebih merusak, tapi tidak seksi karena tidak ada muatan politik, seperti narkoba,” katanya.
Dia menerangkan, rapat yang diikuti Forkopimda itu harus benar-benar serius mencari solusi tuntas, bukan hanya untuk satu atau dua bulan. Amrizal pun meminta pembahasan rapat bukan semata PETI di Kotanopan. “Ada di beberapa daerah yang juga berlangsung penambangan seperti ini, seperti di Batang Natal, MBG, dan lainnya. Jadi, jangan dipisah-pisah,” tegasnya.
Di sisi lain, Amrizal menekankan agar persolaan ini dilihat secara komprehensif. “Jangan hanya TNI yang disudutkan. Ada enggak oknum lain yang bermain di sini? Ayo kita bungkar semua, biarkan banyak yang sakit hati atau sakit gigi. Yang pasti di sini ada kepentingan, dulu dia kenyang diam, sekarang dia lapar ribut,” ungkapnya.
Secara institusi, jelas Amrizal, pihaknya mendukung penutupan PETI dengan penyelesaian bertumpu pada aspek hukum, aspek sosial atau ekonomi, dan aspek lingkungan. “Ini harus balance biar tidak menimbulkan masalah baru,” tutupnya.
Sementara itu Kapolres Madina AKBP Arie Sopandi Paloh mempertanyakan sistem kerja masyarakat dan hasil yang diperoleh sesuai atau tidak dengan kerusakan alam yang terjadi. Katanya, rapat ini dilaksanakan untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat sehingga tidak mudah ditunggangi kepentingan pengusaha tambang yang menggunakan alat berat.
“Saya dibenturkan dengan masyarakat, aparat, dan pemkab Madina. Yang diuntungkan hanya pemilik alat berat. Mereka menggunakan masyarakat sebagai tameng hidup untuk meraup keuntungan,” jelasnya.
Kapolres menegaskan, pihaknya harus berjalan sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku di negara ini. “Kami juga mengambil langkah yang paling soft, paling persuasif,” terangnya.
Lembaga DPRD yang diwakili oleh anggota Komisi II Juwita Asmara menegaskan, melalui rapat ini dapat ditemukan solusi yang arif dan bijaksana, tapi harus tetap memperhatikan aspek-aspek lain, seperti ekonomi, sosial, dan hukum.
Muhammad Toha Nasution, perwakilan warga Kecamatan Kotanopan menyampaikan harapan agar aktivitas tambang diberi kelonggaran sampai seluruh tanah di lokasi tersebut bisa dijamah. “Ada sekitar 10 hektare lokasi ini, sekarang tinggal sekitar 25 persen lagi. Kami mohon diberikan kelonggaran sampai yang sedikit ini terjamah,” harapnya.
Terkait kerusakan lingkungan dan potensi banjir ketika sungai meluap, Toha meyakini penghentian tiba-tiba lebih berbahaya daripada dilanjutkan. “Nanti bisa kami minta ke mereka untuk dibuat semacam tanggul dan lahan itu kembali diratakan,” terangnya.
Dia menambahkan, situasi masyarakat di wilayah Kotanopan sedang dilematis. “Masyarakat hendak ke ladang, tapi harimau berkeliaran dan sampai sekarang belum bisa dituntaskan pemerintah. Ini sudah dekat lebaran, kamu mau mencetek (menambang secara tradisional) juga mau dihentikan,” sebutnya.
Camat Kotanopan Agus Salim memaparkan, dari laporan yang diterimanya ada sebanyak 23 excavator yang beroperasi di lokasi tersebut. “Per excavator ada sekitar 40 orang yang mencetek di situ. Jadi, tak kurang dari 690 warga yang bekerja di lokasi,” tuturnya.
Dari keterangan warga lain, diperoleh informasi bahwa tak kurang dari 1.000 orang menggantungkan hidupnya di lokasi tambang itu. “Penghasilan bervariasi, paling tidak kami bisa membawa 100 ribu pulang dari sana. Ada lebih dari 1000 orang yang menggantungkan hidup keluarganya setiap malam di lokasi,” cerita salah satu perwakilan warga.
Wakil Bupati Madina Atika Azmi Utammi Nasution menyimpulkan setiap penjelasan berbagai pihak dengan mengeluarkan tiga rekomendasi. Pertama, Pemkab Madina akan menutup PETI tanpa tebang pilih. Kedua, apabila pengusaha tidak mengindahkan poin pertama, makan dilakukan penertiban sesuai undang-undang yang berlaku. Ketiga, pertambangan tradisional dan konvensional untuk dimaklumi bersama karena tidak pernah mengakibatkan kerusakan lingkungan.
“Leluhur kita sejak dahulu sudah menambang secara tradisional. Saya sampaikan kepada bapak-bapak dan ibu-ibu yang ditutup itu yang pakai alat berat, bukan tradisional seperti yang bapak ibu kerjakan,” jelasnya.
Sebelumnya diberitakan, Wakil Bupati Mandailing Natal (Madina) Atika Azmi Utammi Nasution menyangkal isu yang menyebut dirinya membekingi aktivitas penambangan emas tanpa izin (PETI) di Kecamatan Kotanopan, Madina, Sumut. Dia mengaku telah menempuh berbagai cara agar kegiatan yang dapat merusak ekosistem sungai itu dihentikan.
Hal itu disampaikan Atika dalam rapat koordinasi Penanganan Penambang Emas Tanpa Izin (PETI) di Mapolres Madina, Rabu (03/04). “Di sini saya tegaskan, saya tidak pernah menerima ataupu membekingi PETI di Kotanopan. Penanganan PETI ini butuh kerja sama semua pihak,” kata perempuan lulusan UNSW Australia ini. (RSL)