Panyabungan (HayuaraNet) – Ketua DPRD Kabupaten Mandailing Natal (Madina) Erwin Efendi Lubis menandatangani rekomendasi Komisi II terkait penyelesaian sengketa pembangunan plasma oleh PT Rendi Permata Raya kepada warga Desa Singkuang I, Kecamatan Muara Batang Gadis, Madina, Sumut.
Penandatanganan rekomendasi itu berlangsung di ruang kerja ketua DPRD Madina didampingi Wakil Ketua Harminsyah Batubara dan Erwin Efendi Nasution, Jumat (31/3).
“Pemanggilan perusahaan sesuai prosedural sebelum penandatanganan rekomendasi ini,” katanya.
Dengan demikian, rekomendasi tersebut tak lagi menjadi milik Komisi II, melainkan menjadi rekomendasi lembaga DPRD Madina dan akan disampaikan kepada pemerintah.
Sebelumnya, ketua DPRD Madina melalui surat nomor 005/029/DPRD/2023 tanggal 27 Maret 2023 mengundang pimpinan PT Rendi hadir di ruang kerjanya dengan agenda mendengarkan penjelasan perusahaan sehubungan adanya rekomendasi Komisi II.
“Rekomendasi Komisi II ini harus saya tindak lanjuti, tidak bisa tidak,” ujarnya.
Erwin menjelaskan, manajemen PT Rendi di masa-masa sebelumnya sering bertindak nakal sehingga masyarakat jenuh dengan janji-janji realisasi kebun plasma.
“Masyarakat itu butuh kepastian di mana dan kapan lahan plasma itu dibangun,” terangnya.
Mendengar paparan pimpinan DPRD, manajemen PT Rendi yang diwakil Administrator Eko Anshari menjelaskan, perusahaan bukan tak mau membangun plasma dari HGU, tapi di dalam lahan itu sendiri ada sekitar 700 hektare yang tak bisa ditanami.
“Ada danau, ini, kan buffer zone. Jadi, tidak bisa ditanami. Ada juga tebing terjal seperti dinding, terus ada lahan gambut yang kurang bagus untuk penamaan sawit,” jelasnya.
Atas hal tersebut, jelas Eko, pimpinan perusahaan memutuskan membangun plasma di luar HGU agar hasilnya bagi masyarakat lebih bagus dibandingkan memaksakan lahan gambut. “Lahan di luar HGU itu bukan artinya ada tambahan HGU PT Rendi, tapi lahan APL yang akan dibebaskan perusahaan,” lanjutnya.
Dia menjelaskan, secara hitung-hitungan lahan gambut hanya bisa menghasilkan sawit 18-22 ton/tahun/hektare. Sementara pada lahan perkebunan biasa bisa sampai 50 ton/hektare/tahun. “Secara ekonomis juga lebih hemat bagi perusahaan,” tambahnya.
Eko mengungkapkan, saat ini perusahaan sedang berupaya membesarkan 300 hektare lahan di daerah Singkuang.
“Sekitar 100 hektare telah selesai dan 200 hektare lagi sedang proses. Sesuai prosedur butuh waktu 2 tahun sampai selesai penanaman. Hitungan kami, tahun 2025 sudah selesai,” tuturnya.
Mendengar penjelasan perusahaan, ketua DPRD Madina meminta manajemen mengajak pengurus koperasi, pemerintah daerah, legislatif, konsultan perkebunan, dan konsultan bank memeriksa lahan HGU yang tidak bisa ditanami itu sehingga warga melihat secara langsung kondisi riilnya di lokasi.
“Ini harusnya disampaikan secara jelas. Warga itu sudah trauma. Kalau sudah mereka lihat tidak bisa dipaksakan di dalam, saya yakin warga juga akan terima plasma di luar HGU. Tunjukkan juga lahan mana yang akan dibangun itu dan sudah sampai mana prosesnya,” sebut ketua Partai Gerindra Madina ini.
Dia pun meminta perusahaan membuka ruang komunikasi yang lebih lentur dengan warga sekitar sehingga tidak terjadi ngotot-ngototan pendapat. “Ngotot-ngototan ini yang justru membuat situasi semakin rumit,” tegasnya.
Dengan ditandatanganinya surat rekomendasi tersebut, Erwin berharap masyarakat yang berunjuk rasa dan memblokade portal perkebunan PT Rendi bisa membubarkan diri untuk kembali bergabung dengan keluarga masing-masing. (RSL)