BISNIS – Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) disebut sebagai tulang punggung ekonomi Indonesia, bahkan ASEAN. Berdasarkan penuturan Presiden RI Ir. Joko Widodo, UMKM menyerap 51,7-97,2 persen tenaga kerja di wilayah ASEAN. Tak heran kalau pemerintah begitu getol melahirkan program yang bertujuan mengembangkan atau melahirkan pelaku UMKM, UKM, maupun IKM.
Berbicara UMKM di Mandailing Natal (Madina), Sumut, salah satu yang menuai perhatian adalah Roti Mungil Nita di Kecamatan Kotanopan. Meskipun jauh dari Kota Panyabungan, ibu kota Madina, UMKM yang digawangi pasangan Makmur Pinayungan Lubis dan Nita Septianingsih ini berhasil meraih omzet 15-20 juta rupiah per bulan.
Usaha yang digeluti Makmur dan Nita ini tak hanya fokus pada roti mungil, keduanya pun memproduksi brownies, bolu, pie, donat, bollen, curros, mpek-mpek, siomay, dan soes. Semua bahan yang digunakan merupakan bahan golongan medium dan tidak menggunakan pengawet. Tak heran roti buatan alumni SMAN 3 Medan ini hanya tahan 3-4 hari. Roti Mungil Nita baru diproduksi di Kotanopan. Jarak dan kesiapan mesin menjadi kendala untuk menjamah pasar di derah lain, termasuk Kota Panyabungan.
Mulai berjualan di Madina tahun 2020 silam, manajemen Roti Mungil Nita telah menjalin kerja sama penjualan dengan lebih dari 30 toko atau warung di Kotanopan yang terbagi dalam tiga kelas, up, medium, dan low. Usaha yang dirintis Makmur sejak tahun 2012 silam ini, sebelumnya di Jakarta Selatan, memiliki dua pegawai.
Sama seperti di tempat asalnya, Jakarta, Roti Mungil Nita dijalankan dengan metode berbagi ilmu dan bisnis. Sebagai mantan karyawan Astra, Makmur paham betul rasa jenuh tak jaranng menghampiri, terlebih bagi karyawan yang bekerja lima tahun atau lebih. Maka dari itu, dia pun tidak pernah berharap karyawan yang bekerja dengannya bertahan lebih dari tiga tahun.
“Harapan saya tahun keempat mereka sudah buka toko sendiri,” katanya beberapa waktu lalu.
Ayah tiga anak ini selalu menasehati dan mengingatkan karyawan agar menabung gaji yang diperoleh sehingga pada waktunya nanti punya modal membuka usaha sendiri. Menurut lulusan SDN 1 Kotanopan (sekarang SDN 190 Kotanopan), pengusaha UMKM harus menerapkan hal serupa untuk melahirkan pengusaha baru sehingga perekonomian keluarga terbantu. Tentu juga akan membuka peluang kerja baru.
“UMKM dan IKM itu tulang punggung ekonomi negara,” sebutnya.
Makmur tak segan-segan mendorong pelaku UMKM di Kotanopan untuk terus belajar dan berani mengambil langkah baru dalam pemasaran. Termasuk menggunakan platform digital. Transformasi pelaku UMKM dari tradisional dan entrepreneur menjadi digitalpreneur mutlak diperlukan di tengah gempuran teknologi. Pelaku usaha harus bisa bersaing dengan produk daerah lain untuk menjaga eksistensi usahanya.
Dia menilai, semakin bagus kemasan dan semakin jauh jangkauan pasar akan berbanding lurus dengan pesanan yang datang. Baginya, pelaku UMKM lain, termasuk produk sejenis, bukan saingan usaha melainkan mitra berusaha.
Lulusan Universitas Syahid Jakarta menuturkan, seharusnya pelaku UMKM meniru cara berdagang orang China dan Arab. Biasanya, dalam skala perdagangan orang China dan Arab, pedagang dengan produk yang sama berdiri bersebelahan. Bahkan tak jarang berjejer. Hal ini justru menimbulkan persepsi pembeli bahwa kalau ingin membeli satu produk tempatnya sudah jelas.
“Misalnya satu barisan ini roti. Jadi, kalau mau beli roti, ya, ini tempatnya,” ujarnya.
Manajemen Roti Mungil Nita memberikan kesempatan kepada siapa saja yang mau belajar. Bahkan kalau kinerja dan kesungguhan hati yang belajar itu terlihat, manajemen tak menutup kemungkinan untuk memberikan upah. Sudah dapat ilmu, dapat upah juga. Tak heran rumah Makmur sering dikunjungi sekolah-sekolah, terutama yang mau memperkenalkan UMKM kepada siswanya.
“Ada juga fun cooking, anak-anak TK turut masuk dapur,” jelasnya.
Terkait perkembangan UMKM di Madina, Makmur mengatakan perlu keseriusan semua pihak, utamanya pendampingan dari pemerintah. Dia menceritakan, sebagai orang yang pernah menjadi pendamping UMKM, pendampingan itu sangat perlu dalam melahirkan pelaku UMKM baru. Pendampingan yang intens juga akan mendorong tumbuhnya bisnis yang kuat.
“Kami saat itu diharuskan mendorong lahirnya ratusan pelaku UMKM baru,” ungkapnya.
Selain itu, birokrasi yang sehat harus terbentuk sehingga bantuan-bantuan dari pemerintah provinsi atau pemerintah pusat kepada pelaku UMKM tepat sasaran dan tidak menjadi proyek segelintir orang untuk kepentingan pribadi. Makmur menuturkan, dia pernah terpilih sebagai penerima bantuan, tapi saat itu ada pegawai pemerintah yang meminta uang untuk memuluskan bantuan tersebut.
“Harga bantuannya hanya 1,5 juta rupiah, tapi diminta 4 juta,” ungkapnya.
Meski baru produksi di Kotanopan, bagi Anda yang ingin mencicipi lezatnya Roti Mungil Nita atau ingin menjalin kemitraan, bisa datang ke Jl. Sawahan No 26 Pasar Kotanopan, Kelurahan Pasar Kotanopan, Kecamatan Kotanopan, Madina. (RSL)
*Tulisan ini telah terbit di media Koran Beritahuta edisi 4