Panyabungan (HayuaraNet) – PETI (Penambangan Emas Tanpa Izin) di Kecamatan Kotanopan, Kabupaten Mandailing Natal (Madina), masih menjadi topik utama perbincangan masyarakat di media sosial maupun grup-grup WhatsApp. Pasalnya, para pelaku seperti tak peduli dengan peraturan, hasil musyawarah forkopimda, maupun desakan berhenti dari berbagai kalangan masyarakat.
Berdasarkan video yang diunggah akun Facebook Amri Lubis milik Ketua DPC Rentan Madina Kahirul Amri Lubis, Selasa (16/04), beberapa excavator sudah mulai beraksi mengeruk bebatuan di daerah aliran sungai (DAS) Batang Gadis yang membentang di kecamatan tersebut. Seruan penghentian pun kembali mencuat.
Maraknya excavator beroperasi di Kecamatan Kotanopan menuai pro dan kontra. Masyarakat di sekitar lokasi mengaku mendukung aktivitas tersebut karena mereka punya peluang mencari tambahan pemasukan atau nafkah bagi keluarganya dengan melakukan kegiatan mencetek. Istilah mendulang emas dari bebatuan yang sengaja dibagi oleh operator alat berat di lokasi.
Sesuai penjelasan masyarakat yang mengikuti rapat Penangan PETI di Kotanopan pada Kamis (04/04) lalu bahwa tak kurang 1.000 orang per hari mencari nafkah dengan mencetek di lokasi yang telah porak-poranda itu. “Penghasilan bervariasi, paling tidak kami bisa membawa 100 ribu pulang dari sana. Ada lebih dari 1000 orang yang menggantungkan hidup keluarganya setiap malam di lokasi,” cerita salah satu perwakilan warga.
Sementara penolakan dan desakan penghentian aktivitas excavator itu datang dari masyarakat yang khawatir dengan akibat yang ditimbulkan. Di sisi lain, tidak adanya izin resmi menjadi sorotan lain. Pasalnya, pelanggaran hukum terang-terangan terjadi tak jauh dari kantor polisi sektor dan kantor koramil setempat. Aparat penegak hukum (APH) seolah sengaja tutup mata tanpa alasan pasti.
Sebenarnya, penolakan juga datang dari masyarakat sekitar lokasi. Setidaknya, pada medio Oktober 2023 lalu, redaksi HayuaraNet menerima salinan surat keberatan dari warga RT 09, RT 10, RT 11, dan RT 12 Kelurahan Pasar Kotanopan. Surat itu telah disampaikan kepada camat setempat. Jauh sebelumnya, pada 28 Agustus tahun yang sama, mereka juga melayangkan surat keberatan dan disampaikan langsung ke Bupati HM Jafar Sukhairi Nasution.
Sejak saat itu sampai hari ini pemerintah, aparat penegak hukum, maupun desakan dari berbagai organisasi masyarakat atau organisasi mahasiswa tak mempan. Mereka, para penambang tetap melanjutkan aktivitasnya. Dulu saat Kapolres Madina masih dijabat AKBP HM Reza Chairul Akbar Sidik mengaku telah melakukan penyelidikan yang hasilnya tak bisa dilihat masyarakat sampai hari ini.
Lambannya proses penyelidikan kepolisian menimbulkan asumsi masyarakat. Antara lain dugaan kapolres atau kepolisian menerima upeti dan adanya aparat yang membekingi aktivitas ilegal itu. Dugaan ini muncul setelah Kapolres AKBP Arie Sopandi Paloh dan jajaran ‘mengamankan’ dua unit excavator. Sampai hari ini tidak ada keterangan lebih lanjut, termasuk nama tersangka pemilik alat berat itu. Namun, AKBP Arie memastikan alat berat itu masih aman di tangan mereka.
“Operasi terakhir kami lakukan pada awal Maret yang lalu dan barang bukti masih utuh di Polres Madina. Kemudian pekan lalu ada yang coba-coba dan langsung diusir kapolsek. Itu langkah yang kami lakukan,” kata AKBP Arie saat rapat bersama Forkopimda, Kamis (04/04) lalu.
Terkait isu pihaknya menerima ‘upeti’, kapolres dengan tegas membantah hal tersebut. Di sisi lain dia tidak menampik adanya aparat yang membekingi aktivitas yang dapat merusak ekosistem sungai itu. “Informasi yang kami peroleh ada oknum TNI yang mem-backup kegiatan PETI itu,” katanya saat memimpin rapat koordinasi di Mapolres Madina, Rabu (03/04).
Aksi backup oleh aparat ini seperti dibenarkan oleh Dandim 0212/TS Amrizal Nasution. Dia menekankan agar masalah tambang ilegal harus dilihat secara komprehensif karena kegiatan serupa juga terjadi di kecamatan lain. “Jangan hanya TNI yang disudutkan. Ada enggak oknum lain yang bermain di sini? Ayo kita bungkar semua, biarkan banyak yang sakit hati atau sakit gigi. Yang pasti di sini ada kepentingan, dulu dia kenyang diam, sekarang dia lapar ribut,” tegas Amrizal saat rapat 04 April itu.
Di sisi lain, Wakil Bupati Atika Azmi Utammi Nasution menjadi individu yang menjadi sorotan. Pasalnya, belasan alat berat itu beroperasi di belakang kediaman orang tuanya. Masyarakat menilai, tak mungkin dia tidak melihat kegiatan yang melanggar hukum itu. Saat rapat di aula Kantor Bupati Madina, Kamis (04/04), Atika merasa dia dibenturkan dengan masyarakat sekitar. Padahal, sebagai wakil bupati dia telah berupaya melakukan yang terbaik.
“Saya berupaya mencari solusi terbaik agar masyarakat yang selama ini mendulang emas tidak dirugikan apa pun nanti keputusan yang diambil pemerintah,” kata Atika usai rapat itu.
Dia pun menampik telah menerima ‘upeti’ dari pengusaha tambang ilegal di daerah itu. Di sisi lain, Atika berkali-kali menekankan bahwa yang hendak ditindak itu adalah penambang ilegal yang menggunakan alar berat. Bukan masyarakat yang mendulang emas secara tradisional. “Ini yang berkali-kali saya sampaikan, yang mau ditindak atau ditutup itu adalah penggunaan alat berat. Ini yang mau coba saya berikan pemahaman kepada saudara-saudara saya di sana,” terangnya.
Rapat itu menghasilkan tiga rekomendasi yang sampai hari ini belum jelas kapan akan diberlakukan dan sejauh mana pengaplikasiannya. Ketiga rekomendasi itu adalah: pertama, Pemkab Madina akan menutup PETI tanpa tebang pilih. Kedua, pengusaha tidak mengindahkan poin pertama, maka dilakukan penertiban sesuai undang-undang yang berlaku. Ketiga, pertambangan tradisional dan konvensional untuk dimaklumi bersama karena tidak pernah mengakibatkan kerusakan lingkungan.
Rapat dan rekomendasi tidak hanya sekali dikeluarkan pemerintah. Sebelumnya, pada November 2023 pernah dilangsungkan rapat serupa dengan kesepakatan penutupan aktivitas. Uniknya, saat itu imbauan tersebut dipatuhi oleh penambang dan beberapa hari kemudian seluruh alat berat sudah tak ada di lokasi. Namun, belakangan para pelaku seperti kebal hukum karena meskipun tertangkap hendak memasukkan alat berat, mereka tidak ditindak dan hanya diusir.
Terkait kebutuhan perut masyarakat, Wabup Atika telah memberikan jaminan bahwa upaya mencari emas dengan cara konvensional atau tradisional tidak akan ditindak atau dihentikan. Sementara itu, polres Madina sampai hari ini masih belum melakukan tindakan tegas meskipun secara nyata telah terlihat aktivitas yang melanggar hukum. Padahal, tak adanya tindakan dari kepolisian telah membuat AKBP Arie Sopandi merasa Polri disudutkan.
“Contohnya, Polri dibilang tidak mampu menghentikan PETI itu dan ada juga informasi kami dengar bahwa kami menerima upeti atau setoran dari tambang itu,” sebutnya beberapa waktu lalu. (RSL)