Pentingnya ‘Lompatan’ untuk Akselerasi Pembangunan

OPINI (HayuaraNet) – TIDAK ada  yang mengingkari bahwa Kabupaten Mandailing Natal (Madina) memiliki sumber daya alam (SDA) luar biasa, tapi sampai hari ini belum terkelola dengan baik. Hal itu dapat dilihat dari tingkat kesejahteraan masyarakat yang masih rendah dan tingginya angka kemiskinan. Meski demikian bukan berarti kesempatan memaksimalkan potensi tersebut sudah hilang. Masih ada waktu untuk berbenah.

Potensi SDA yang belum dikelola secara maksimal itu berbanding lurus dengan program-program pemerintah daerah yang juga belum menyentuh lapisan masyarakat bawah. Alih-alih upaya pengentasan masyarakat dari kemiskinan, yang terlihat justru program rutin tanpa lompatan berarti. Akibatnya, SDA yang melimpah itu baru sebatas menguntungkan korporasi.

Bentangan lahan yang luas dan subur pemanfaatannya masih didominasi oleh tanaman sawit perusahaan-perusahaan besar. Kekayaan laut juga belum tergali secara maksimal untuk kesejahteraan nelayan tradisional. Pun dengan potensi tambang yang belum bisa dinikmati masyarakat akibat pengurusan legalisasi tambang rakyat belum jalan.

Dari sekian banyak potensi yang bisa diolah untuk kesejahteraan masyarakat, hari ini yang terlihat baru sektor pertanian dan perkebunan skala kecil yang ternikmati masyarakat kecil. Itu pun harus digarisbawahi bahwa lahan-lahan yang diolah merupakan harta warisan orang tua. Bukan dari program pengentasan masyarakat dari kemiskinan.

Semestinya pemerintah hadir dengan memfasilitasi pengembangan dan inovasi sehingga pengolahan tradisional bisa ditinggalkan masyarakat dan beralih ke pengolahan modern. Namun pada nyatanya, jangankan melahirkan solusi untuk pengembangan, kendala-kendala elementer saja tak bisa diselesaikan oleh pemerintah. Padahal itu merupakan tugas wajib dan urusan prioritas karena menyangkut kebutuhan masyarakat banyak.

Dalam penilaian penulis, potensi SDA bisa dikelola dengan menitikberatkan manfaat sebesar-besarnya bagi masyarakat. Bukan semata memberikan keuntungan bagi pemodal besar atau sejumlah elite saja. Namun, hal ini tak bisa berjalan kalau seluruh pemangku kebijakan tidak memiliki satu paham yang sama. Harus pula semua stakeholder sepakat bahwa ini merupakan prioritas.

Pertama, pemerintah daerah harus melakukan pembinaan, pendampingan dan perhatian lebih untuk peningkatan usaha pertanian maupun perkebunan tradisional yang menjadi sumber penghasilan mayoritas masyarakat Madina.

Kedua, harus ada langkah-lankah komprehensif menyikapi hadirnya investor sehingga kehadirannya tidak hanya mengeruk dan memanfaatkan SDA Madina, tapi juga mampu memberikan manfaat maksimal bagi masyarakat. Ada banyak pilihan yang bisa digunakan seperti pembinaan oleh perusahaan, CSR yang terukur, sistem bapak angkat, bagi hasil, atau penyertaan saham. Selain itu, pemerintah juga perlu memikirkan langkah audit investigatif terhadap keabsahan lahan serta memetakan permasalahan lahan dan konflik agraria antara masyarakat dengan perusahaan.

Ketiga, pengembangan potensi SDA perikanan dan kelautan baik dengan membuka ruang bagi kedatangan investor baru maupun pembinaan dan pendampingan terhadap nelayan tradisional.

Keempat, pemerintah harus mulai memikirkan pemanfaatan potensi tambang Madina yang luar biasa, baik untuk skala besar bagi korporasi maupun untuk tambang rakyat yang dilengkapi dengan legalisasi.

Kelima, memaksimalkan sarana dan prasarana penunjang usaha masyarakat sehingga dapat mempermudah jalannya usaha seperti peningkatan infrastruktur, permodalan dan kebijakan serta regulasi ditingkat daerah.

Terakhir, keberadaan BUMD dan BUMDesa tak bisa lagi ditawa-tawar. Kedua badan usaha ini bisa digunakan sebagai garda terdepan dalam mengelola kekayaan alam daerah. Namun, melahirkan badan usaha harus pula dibarengi dengan pengangkatan tim manajemen yang baik dan berintegritas sehingga anggaran yang digelontorkan tidak sia-sia seperti pengadaan BUMDesa sebelumnya.

Dibentuknya Tim Percepatan Pembangunan Daerah (TP2D) oleh bupati harus diapresiasi. Meskipun terkesan terlambat, langkah ini boleh dipandang sebagai satu ‘lompatan’ dalam upaya akselerasi pembangunan daerah. Harapannya kebijakan ini dapat menjadi solusi strategis  mengisi salah satu ‘ruang kosong’ di tengah-tengah upaya peningkatan ekonomi masyarakat.

Secara umum program-program gagasan pemda dan TP2D ini bisa melahirkan usaha dan pengusaha baru dari kalangan masyarakat Madina. Misalnya, perhutanan sosial dapat menjadi solusi keterbatasan lahan berusaha masyarakat. Ketika akses ini dibuka, tentu masyarakat setempat bisa mengolah lahan-lahan itu untuk menunjang peningkatan ekonomi keluarga.

Begitu juga bagi Koperasi dan UMKM, masyarakat dapat memanfaatkan dana bergulir untuk pengembangan usahanya. Ditambah lagi dengan terbukanya beberapa peluang dan dukungan berinvestasi bagi pengusaha lokal di bidang perikanan dan kelautan. Semua itu tentu bisa dimanfaatkan untuk menunjang perekonomian masyarakat nelayan.

Pengelolaan SDA secara maksimal bukan semata sebuah tanggung jawab pemerintah kepada rakyatnya, dalam skala Madina ini juga merupakan bagian dari implementasi tagline “Bersyukur dan Berbenah”. Kekayaan alam itu wajib disyukuri dan tentu saja imperialisme rasa syukur iti bisa dibuktikan dengan mengelolanya secara maksimal untuk kemaslahatan masyarakat. (*)

Muhammad Irwansyah Lubis
Penulis adalah ketua DPC PPP Madina
Alumni Fakultas Hukum Universitas Medan Area

Mungkin Anda Menyukai