Panyabungan (HayuaraNet) – Pemerintahan Sukhairi-Atika (SUKA) harus melakukan aksi nyata pengentasan kemiskinan dan penurunan angka pengangguran.
Hal itu disampaikan Irwan H. Daulay menanggapi data BPS Mandailing Natal (Madina) yang menunjukkan tren kenaikan angka kemiskinan dan pengangguran sejak tahun 2020.
Dari data tersebut, terlihat angka kemiskinan tahun 2021 naik sebesar 0,31℅ dibandingkan tahun sebelumnya. Jumlah penduduk miskin tumbuh dari 41.310 orang tahun 2020 menjadi 43.240 di tahun 2021 atau bertambah sebanyak 1.930 orang.
Sedangkan angka pengangguran mengalami kenaikan dari 13.397 orang pada tahun 2020 menjadi 13.535 orang pada tahun 2021.
“Ini menjadi warning bagi Sukhairi – Atika,” jelas Irwan mengutip Antara, Minggu (7/8).
Pengusaha yang bergerak di bidang properti perumahan ini menjelaskan, tren tersebut harus menjadi perhatian seriuss Bupati dan Wakil Bupati.
“Undang BPS, praktisi ekonomi, dan akademisi menganalisis dan seterusnya memberi solusi agar tren kenaikan kurva kemiskinan dan pengangguran itu bisa diturunkan,” ujarnya.
Irwan menambahkan, mengurus Madina tidak bisa dilakukan satu dua orang, melainkan keikutsertaan seluruh pihak.
“Ajak semua pihak untuk berkolaborasi, terutama para pengusaha yang sedang investasi di Madina, buka dengan transparan kemampuan fiskal kita, berapa kekurangan uang untuk menjalankan program dan minta partisipasi mereka, sehingga semua pihak merasa ikut memiliki,” terangnya.
Irwan pun mengamini jika tahun pertama pemerintahan adalah hal yang wajar fokus pada konsolidasi administrasi dan fiskal, mutasi dan promosi jabatan, tapi untuk tahun kedua sudah semestinya melakukan aksi nyata realisasi visi dan misi saat kampanye dulu.
Irwan menuturkan, dalam pandangannya ada tiga poin utama yang harus menjadi prioritas bagi SUKA pada tahun kedua memimpin Madina.
Pertama, pengentasan kemiskinan. Kedua, pengentasan pengangguran. Terakhir, pembenahan infrastruktur.
“Terlebih dalam persoalan pengangguran ini harus cepat dicari solusinya apalagi terdapat di antaranya pengangguran intelektual. Hal ini sangat rentan menciptakan ketidakstabilan sosial,” tegasnya.
Mantan dosen Unimed ini menjabarkan, kepala daerah harus punya kreativitas dan inovasi agar tidak bersandar pada APBD dalam menjalankan program.
“Uang yg minim jangan dijadikan alasan tidak bersikap. Uang itu sebetulnya ada, ini hanya persoalan mindset,” tuturnya. (RSL)