Panyabungan (HayuaraNet) – Pemerintah Kabupaten Mandailing Natal (Madina) harus menyetor kepada PLN ULP Panyabungan sebesar Rp848.438.841 per bulan untuk pembayaran pemakaian listrik Lampu Penerangan Jalan Umum (LPJU). Angka tersebut sesuai dengan MoU yang disepakati pemerintah dengan perusahaan milik negara tersebut.
MoU yang ditandatangani beberapa tahun silam dinilai sudah tidak sesuai dengan kondisi terkini karena telah banyak perubahan, baik jumlah titik lampu yang rusak, besaran watt, dan jenis bohlam yang digunakan. Kondisi ini ternyata menjadi sorotan Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Banggar DPRD) Madina.
Suhandi, anggota Banggar dari Fraksi Gerindra mengatakan DPRD telah merekomendasikan peninjauan ulang dan revisi MoU itu sejak awal-awal pemerintah Sukhairi-Atika. Pada pembahasan anggaran tahun 2023, hal itu kembali direkomendasikan.
Suhandi menerangkan, DPRD telah menyetujui anggaran meterisasi LPJU untuk APBD 2023. Dia menilai, besaran anggaran yang dikeluarkan pemerintah guna membayar tarif pemakaian sebesar 800-an juta rupiah per bulan terlalu besar dan menjadi beban tersendiri bagi keuangan daerah.
Lebih lanjut legislator dari daerah pemilihan IV Madina itu menerangkan, dulu saat pemasangan lampu jalan menggunakan bohlam jenis merkuri dengan besaran 250-500 watt. Sementara dalam beberapa tahun ke belakang sudah ada penggantian bohlam ke jenis lampu jari dan LED.
“Secara hitung-hitungan kasar ada penurunan watt yang cukup besar. Itu belum dihitung dengan titik lampu yang sudah rusak atau mati,” ujarnya di ruang Komisi III DPRD Madina beberapa waktu lalu.
Dia mengungkapkan, kondisi ini mau tak mau menyebabkan PAD dari pajak listrik tersedot untuk pembayaran LPJU. Menurutnya, dengan adanya revisi MoU akan meningkatkan selisih penerimaan dengan pembayaran.
Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BKAD) Yasadu Zakirin menjawab konfirmasi tertulis HayuaraNet membenarkan Pemkab Madina harus menyetor sebesar RpRp848.438.841,- per bulan untuk pemakaian listrik LPJU. Namun, dia tidak bisa merinci jumlah titik lampu yang harus dibayar tersebut.
“Untuk jumlah lampu terpasang sesuai MoU, kami tidak bisa memberikan penjelasan kareda datanya ada di Dinas Perhubungan,” jelasnya melalui jawaban tertulis yang diterima Senin (07/8).
Terkait revisi MoU, Yasad mengungkapkan, sesuai dengan rapat yang digagas Dinas Perhubungan pada Jumat (07/7) akan dilakukan rekonsiliasi dengan PLN setelah inventarisasi LPJU.
Sementara Kepala Dinas Lingkungan Hidup Khairul tak menampik adanya pemeliharaan LPJU, termasuk penggantian jenis bohlam. DLH merupakan dinas yang dibebankan untuk pemeliharaan LPJU pada tahun anggaran 2022.
Dia memaparkan, selama tahun 2022 pemeliharaan telah dilakukan di Kecamatan Panyabungan, termasuk median jalan dan di beberapa desa/kelurahan. Kemudian hal serupa dilakukan di jalan protokol lintas Sumatera yang melintasi beberapa kecamatan, yakni Siabu, Panyabungan Utara, Bukit Malintang, Lembah Sorik Marapi, Tambangan, Kotanopan, Muarasipongi. Daerah pantai barat pun tak luput dari pemeliharaan.
Sementara jumlah LPJU yang dimasukkan ke dalam inventaris KIB D DLH sebanyak 3.172 titik. Namun, hanya 1.600 titik yang dilakukan pemeliharaan sesuai anggaran yang tertampung di APBD.
Kepala Dinas Perhubungan Adi Wardhana menjawab konfirmasi HayuaraNet, Selasa (08/8) kemarin mengaku untuk pemeliharaan LPJU tahun 2023 menjadi tanggung jawab dinas yang dipimpinnya, termasuk meterisasi dan inventarisasi.
“Untuk meterisasi, kami masih mencari konsultan yang tepat,” katanya.
Adi menerangkan, pihaknya harus selektif mencari konsultan meterisasi LPJU karena anggaran untuk hal tersebut terbatas. Dinas Perhubungan, katanya, harus bisa mendapatkan konsultan yang memenuhi standar dengan dana yang minim.
“Untuk konsultan masih proses, anggarannya hanya Rp100 juta,” jelasnya.
Terkait jumlah titik LPJU, Adi Wardana tidak bisa merinci karena masih tahap inventarisasi.
Sementara itu manajer ULP PLN Panyabungan yang dimintai keterangan enggan menerima dan menjawab konfirmasi wartawan. Awalnya, security kantor tersebut membolehkan wartawan masuk setelah terlebih dahulu melapor ke manajer. Namun, saat di depan pintu, Andi Wijaya (nama security-red), kembali menanyakan ihwal kedatangan wartawan. Setelah tahu ada pers, tiba-tiba dia masuk kembali ke ruangan atasannya.
Beberapa menit kemudian Andi keluar dan menyampaikan manajer tidak bisa berjumpa karena hendak mengikuti rapat daring. Andi menerangkan, sesuai yang disampaikan atasannya, sang manajer tidak punya data terkait MoU dan jumlah titik lampu.
Ternyata, keengganan pihak PLN memberikan data publik bukan hanya kepada media. Pihak pemerintah pun kewalahan. “Jangankan ke media, kami saja yang merupakan mitra mereka susah memperoleh data. Seakan ada yang disembunyikan,” kata salah seorang kepala OPD.
Secara hitung-hitungan kasar, penggantian jenis bohlam dan adanya LPJU yang tidak berfungsi dapat mengurangi pengeluaran pemerintah sampai angka Rp3 miliar per tahun. Uang tersebut semestinya bisa dialihkan untuk pembangunan infrastruktur atau hal lain yang lebih penting.
Ahmad Yasir Lubis, kepala Badan Pendapat Daerah Madina menerangkan, peralihan MoU ke meterisasi dinilai merupakan langkah yang harus diambil pemerintah. Dia berkaca pada Kabupaten Pasaman Barat yang telah menetapkan meterisasi dalam penghitungan pembayaran listrik LPJU.
“Saya yakin dengan meterisasi, anggaran yang dikeluarkan untuk pembayaran LPJU lebih efisien,” jelas Yasir yang dihubungi di ruang kerjanya, Selasa (08/8) kemarin.
Patut diketahui, pelanggan di Mandailing Natal dibebankan pajak 10% dari pemakaian. Pajak itu digunakan untuk pembayaran listrik LPJU. (RSL)