Panyabungan (HayuaraNet) – Ratusan juta yang digelontorkan Pemrintah Kabupaten Mandailing Natal (Madina) kepada PLN ULP Panyabungan per bulan guna pembayaran pemakaian listrik Lampu Penerangan Jalan Umum (LPJU) mendapat tanggapan dari pengamat ekonomi Irwan Hamdani Daulay. Dia menilai harus dilakukan penghitungan ulang pemakaian.
Selain penghitungan pemakaian, pria yang akrab disapa Iradal ini menyebut juga harus dilakukan penghitungan titik lampu yang akurat.
“Termasuk solusi yang perlu diberikan agar beban berat ini dapat diatasi harus dipikirkan,” katanya di Panyabungan, Rabu (09/8).
Mantan dosen Universitas Negeri Medan (Unimed) ini mengaku sudah pernah membicarakan besarnya anggaran yang dibayarkan pemerintah daerah kepada PLN untuk LPJU, tetapi organisasi perangkat daerah (OPD) terkait tidak memberikan data dan respon tindak lanjut.
“Sekitar Rp10 milliar per tahun harus dikeluarkan dari pundi-pundi Pemkab Madina untuk membiayai LPJU ini,” terangnya.
Menurutnya, ada beberapa hal bisa dilakukan pemerintah untuk menekan anggaran yang dikeluarkan untuk pembayaran listrik LPJU. Pertama, penghitungan ulang daya yang digunakan berdasarkan jumlah titik lampu.
Kedua, secara bertahap pemerintah harus melakukan meterisasi, yakni menggunakan meteran untuk tiap LPJ. Bisa dengan satu meteran untuk beberapa titik lampu yang berdekatan.
“Ini agar kebutuhan daya riil dapat diketahui,” jelasnya.
Ketiga, pemerintah bisa menggandeng pihak ketiga untuk membangun LPJU-TS (tenaga surya) sehingga secara bertahap daya lampu jalan bisa dialihkan dari listrik ke tenaga surya.
“Ini sejalan dengan proyek Nasional pengurangan emisi karbon dan bisa menghemat sampai Rp6 milliar per tahun,” ungkapnya.
Keempat, pria yang bergelut di dunia properti ini menilai Pemkab Madina bisa mengambil alih pengelolaan PLTMH batang gadis dari PLN. “Sehingga hasil dari pengelolaan ini dapat dimonetisasi terhadap LPJU,” tutupnya.
Sebelumnya diberitakan, Pemkab Madina harus mengeluarkan Rp848.438.841,- per bulan untuk pembayaran listrik LPJU. Angka tersebut sesuai dengan MoU yang ditandatangani pemerintah dengan PLN.
Namun, menjadi persoalan karena banyak perubahan terjadi sejak penandatanganan nota kesepahaman itu, termasuk jenis lampu yang diganti dari merkuri ke LED. Penggantian itu menurunkan daya yang dipakai karena secara ukuran watt, LED lebih rendah dibandingkan merkuri.
Tak hanya itu, tahun penandatanganan, isi MoU, dan jumlah pasti titik lampu seakan ditutup-tutupi dinas terkait dan pihak PLN. Bahkan manajer ULP PLN Panyabungan enggan menerima wartawan. (RSL)