Pejabat Tengil

CATATAN REDAKSI – Dua hari ke belakang sorotan tajam dari pewarta di Kabupaten Mandailing Natal (Madina) mengarah kepada Inspektur Rahmad Daulay. Pasalnya, orang nomor satu di kantor Inspektorat Madina itu tiba-tiba ‘menantang’ wartawan Waspada yang hendak konfirmasi kebenaran surat pemanggilan terhadap ASN di wilayah Kecamatan Muara Batang Gadis terkait aksi unjuk rasa warga Desa Pasar Singkuang I di depan PT Rendi Permata Raya.

Wawancara ‘benar atau tidak’ atau yang akrab disebut konfirmasi merupakan kewajiban bagi pewarta untuk menguji kebenaran data yang dia peroleh sebelum dilempar ke publik. Secara alur, konfirmasi yang dilayangkan kepada inspektur sudah sesuai kode etik. Sebab surat yang membuat heboh warganet di Bumi Gordang Sambilan itu ditandatangani Plt. Inspektur Daerah Kabupaten Mandailing Natal Rahmad Daulay, ST.

Alih-alih memberikan jawaban, inspektur justeru mengatakan kalau tujuan surat bukan kepada wartawan, maka tak perlu merasa keberatan. “Kalau tujuan surat bukan untuk saudara, saudara tak perlu keberatan,” ujar Rahmad Daulay mengutip beritasore.co.id dalam berita dengan judul “Panggil ASN Terkait Aksi Singkuang I, Inspektur Mau Koordinasi Pemred”.

Inspektur Rahmad pun dalam pesan berikutnya justru berniat koordinasi dengan pemimpin redaksi (pemred) si pewarta. Entah apa yang hendak dikoordinasikan oleh inspektur hanya dia yang tahu. Secara alur dari keterangan pewarta belum ada kode etik yang dilanggar. Namun, tindak-tanduk inspektur semakin menjadi-jadi dengan ‘menantang’ pewarta bersua di Dewan Pers.

Inspektur Rahmad Daulay ini dalam pandangan penulis termasuk kategori pejabat tengil. Tindakannya menyebalkan. Dulu, dalam satu waktu HayuaraNet hendak meminta keterangan terkait tindak lanjut jaminan para calon kepala desa petahana yang ikut kontestasi pemilihan kepala desa tahun lalu.

Awalnya, Rahmad meminta penulis untuk berkunjung ke kantornya dan menjumpai salah satu pejabat di sana. Saat itu, inspektur sedang di Medan. Ternyata, pejabat dimaksud sedang keluar kantor dan staf yang menerima kedatangan penulis tidak bisa menjamin apakah yang bersangkutan akan kembali masuk kantor usai istirahat siang.

Mengingat keterangan tersebut tidak mendesak karena merupakan berita lanjutan dari berita sebelumnya, penulis memutuskan menunggu inspektur pulang dari Medan agar bisa wawancara langsung. Beberapa hari kemudian, penulis kembali menghubungi inspektur dan kembali disuruh ke kantor.

Sesuai arahan inspektur yang hendak dijadikan narasumber, penulis kembali ke Kantor Inspektorat Madina. Sampai di sana, ternyata inspektur tidak di tempat dan penulis disuruh membuat surat konfirmasi tertulis saja. Arahan itu pun dipenuhi penulis dengan mengirim surat konfirmasi.

Sebagai upaya memastikan bahwa surat konfirmasi yang diminta inspektur sampai ke tangannya, penulis mengirimkan file surat dalam bentuk pdf. melalui aplikasi WhatsApp. Inspektur Rahmad dengan cekatan menjawab pesan penulis dan mengatakan akan menindaklanjuti surat itu segera.

Namun, sampai empat hari lewat dari tenggat waktu konfirmasi, Inspektur Rahmad Daulay tak jua memberikan jawaban. Hal serupa, ternyata pernah dialami oleh wartawan lain. Dalam satu waktu, penulis dan wartawan daerah itu saling curhat terkait susahnya minta keterangan dari amtenar yang satu ini.

Ilustrasi Pejabat Tengil (Reza Yahya).

Pejabat tengil di lingkungan Pemkab Madina sebenarnya bukan Rahmad sendiri. Masih ada beberapa pejabat lagi, yang seperti punya motivasi tersendiri untuk tidak memberikan informasi atau menjawab konfirmasi pewarta. Entah karena merasa berkuasa atau justru melihat wartawan sebagai masyarakat dengan kasta sosial rendah tak ada yang tahu pasti.

Salah satu contoh lain adalah Plt. Kepala Dinas Pendidikan Dollar Hafriyanto. Desas-desus ‘pembegalan’ dana BOS di Madina telah marak dibicarakan. Bahkan beberapa kali mahasiswa melakukan demonstrasi di depan kantor instansi tersebut meminta jawaban dari kepala dinas. Sebanyak itu demonstrasi, sebanyak itu pula dia tak muncul.

Ketengilan kadisdik Madina ini juga dialami wartawan. Salah satunya dimuat oleh Metro7News dengan judul “Plt Kadis Pendidikan Madina Nodai Peringatan Hari Pendidikan Nasional”. Dalam berita tersebut dijelaskan bagaimana Dollar Hafriyanto begitu sulit memberikan informasi kepada wartawan.

Pun dengan penulis. Dalam beberapa berita terakhir terkait Dinas Pendidikan tak pernah berhasil menerima jawaban dari Dollar Hafriyanto. Bahkan, penulis sempat menunggu lama di kantor Dinas Pendidikan untuk memperoleh keterangan. Staf yang menerima kedatangan penulis menyampaikan kepala dinas sedang tidak di tempat dan mobil kadis yang terparkir di depan kantor dikendarai orang lain.

Terkini, berita “Tak Puas ‘Begal’  Dana Bos, Disdik Madina Diduga Dijadikan Sarang Pungli’ pun tak dapat keterangan dari yang bersangkutan. Padahal, isu ini perlu penjelasan kepada publik karena melibatkan penggunaan uang negara.

Bupati Madina H. M. Jafar Sukhairi Nasution dan Wakil Bupati Atika Azmi Utammi Nasution dalam beberapa kesempatan di depan pewarta yang bertugas di Madina menjelaskan bahwa pemerintah daerah setempat terbuka untuk kritik dan akan menjadikan pers sebagai mitra pembangunan. Dalam pandangan penulis, maksud dari perkataan kepala daerah itu adalah pemerintah terbuka dan transparan dengan informasi.

Entah para pejabat menerjemahkan hal tersebut dengan tafsiran lain sehingga banyak di antara mereka yang menutup diri dari pewarta, yang pasti banyak di antara mereka yang terkesan menghindari wartawan. Padahal, wartawan dilindungi oleh undang-undang dalam menjalankan tugasnya dan salah satu kewajibannya adalah konfirmasi kepada pihak-pihak terkait, terlebih kepada mereka yang ‘disudutkan’ dalam pemberitaan.

Maka, sesuai dengan permintaan Pimpinan Umum Malintang Pos Iskandar Hasibuan, bupati Madina sudah semestinya melakukan evaluasi terhadap pejabat-pejabat tengil yang enggan membuka ruang komunikasi dan konfirmasi kepada wartawan. Patut diketahui, semakin sedikit informasi dari pejabat, maka isi berita akan terasa semakin menyudutkan. Padahal, pewarta harus berdiri di tengah dan independen.

Lalu, bagaimana pewarta bisa menulis berita berimbang kalau-kalau pejabat pelit informasi? (*)

Penulis adalah Pemred HayuaraNet
Bersertifikat Wartawan Muda dari Dewan Pers

Mungkin Anda Menyukai