Panyabungan (HayuaraNet) – Beberapa pejabat mulai irit informasi perihal keterangan lebih lanjut terkait pembayaran listrik LPJU (Lampu Penerangan Jalan Umum) yang mengharsukan pemerintah menyetor lebih dari Rp800 juta per bulan kepada ULP PLN Panyabungan.
Tak diketahui dengan pasti alasan para pejabat terkait mulai irit bicara. Padahal, sebelumnya hanya pihak PLN yang tak mau memberikan informasi. Malahan, manajer ULP PLN Panyabungan terkesan menolak kedatangan wartawan. Keengganan pihak-pihak terkait memberikan informasi lanjutan menimbulkan dugaan adanya permainan kongkalikong yang menguntungkan orang-orang tertentu.
Bagaimana tidak, awalnya MoU yang ditandatangani pemerintah dan PLN adalah LPJU dengan lampu jenis merkuri. Lampu tersebut memiliki watt yang besar, ada di kisaran 500 watt per titik lampu. Namun, beberapa tahun belakangan telah terjadi pergantian jenis lampu, ada yang sudah LDE dan ada yang menggunakan lampu jari. Kedua jenis lampu tersebut dapat dipastikan memiliki watt lebih rendah dari jenis merkuri.
Untuk tahun 2022 ada sebanyak 1.600 titik yang telah melewati pemeliharaan oleh Dinas Lingkungan Hidup Madina. Jika, saat ini lampu yang dipakai berada pada kisaran 65 watt per titik, berarti ada pengurangan daya sebesar 136.000 watt. Angka itu belum mencapai setengah dari jumlah titik LPJU di Madina.
Namun, meskipun telah mengalami penurunan daya, tidak ada pengurangan bayaran. Selain itu, pajak yang dikenakan kepada pelanggan juga tak mengalami penurunan. Padahal baik PLN maupun Pemkab Madina merupakan satu kesatuan, yakni pemerintah. Diketahui, PLN merupakan badan usaha milik negara (BUMN).
Keengganan para pejabat terkait memberikan informasi menimbulkan beberapa pertanyaan. Pertama, metode pembayaran yang digunakan. Jika dilakukan secara langsung alias cash berarti ada petugas pemungutan, tapi kalau ditransfer, ke rekening siapa dikirim. Apakah ke rekening ULP PLN Panyabungan, rekening perseorangan, atau langsung ke kas negara?
Kedua, apakah MoU itu hanya melibatkan ULP PLN Panyabungan dengan Pemkab Madina. Jika demikian, maka patut diselidiki oleh aparat penegak hukum jumlah pembayaran yang disetorkan ULP PLN Panyabungan ke kas negara sesuai dengan MoU atau justru sesuai pemakaian.
Ketiga, bukankah sebagai bagian dari pemerintah PLN semestinya tahu bahwa ada pengurangan daya yang signifikan sehingga perlu perubahan atau revisi MoU. Namun, baik PLN maupun BPKAD (Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah) bungkam terkait ini. Patut diketahui, mendapatkan informasi dari kaban PKAD Madina untuk berita sebelumnya, redaksi sampai harus membuat tiga kali konfirmasi.
Sebagai informasi tambahan, terkait revisi MoU belum dilakukan sampai saat ini. Padahal sudah ada ribuan titik yang telah diganti jenis lampunya. Dinas Perhubungan dan BPKAD baru akan melakukan rekonsiliasi dengan PLN usai inventarisasi dan meterisasi yang waktunya belum jelas karena sampai hari ini belum ada konsultan meterisasi yang berhasil dikontrak pemerintah.
Normalnya, dalam penggantian LPJU harus disampaikan kepada pihak PLN melalui surat resmi, tapi baik PLN maupun dinas terkait tak memberikan keterangan keberadaan surat pemberitahuan itu. Kadishub Madina Adi Wardhana yang dihubungi mengaku sedang berada di Jakarta dan mengarahkan konfirmasi kepada kepala Bidang Prasarana atas nama Nurul. Namun, yang bersangkutan tak memberi respon meskipun telah dikonfirmasi sebanyak dua kali.
Entah kepala bidang ini menerima pesan agar tidak memberikan informasi atau memang kehendak sendiri untuk bungkam hanya dia yang tahu.
Tindak-tanduk pejabat yang irit informasi terkesan menutupi ‘sesuatu’. Padahal, uang yang digunakan dalam pembayaran listrik LPJU bersumber dari pajak listrik masyarakat. Proses rekonsiliasi MoU pun seolah sengaja diperlambat dengan alasan tertentu. Bukan tak mungkin ada yang mengambil keuntungan dari situasi ini. (*)