CATATAN REDAKSI (HayuaraNet) – Tragis. Rasanya itu kata paling tepat untuk menggambarkan kondisi yang sedang dihadapi guru-guru Madrasah Diniyah Takmiliyah Awaliyah (MDTA), guru mengaji, dan bilal mait di Kabupaten Mandailing Natal (Madina), Sumut. Nasib mereka kian tragis di tengah jargon-jargon religius yang digaungkan pemerintah.
Pasalnya, ujung tombak pendidikan generasi Islam dan moral ini sedang limbung di tengah ketidakpastian insentif yang belum jua mereka terima. Tiga hari menjelang pergantian tahun masih banyak guru MDTA yang belum menerima insentif. Padahal, insentif itu hanya Rp300 ribu per bulan. Jumlah mereka pun tak banyak. Jauh dari jumlah honorer yang gajinya sering disebut membebani APBD.
Awalnya, Pemkab Madina menampung insentif guru-guru tersebut di APBD. Belakangan Bupati H. M. Jafar Sukhairi Nasution mengeluarkan Perbub Nomor 63 Tahun 2022 sehingga insentif itu ditampung di Dana Desa. Langkah ini sebenarnya patut diapresiasi karena kabarnya didasari niat untuk mempermudah proses pencairan insentif dan meringankan beban anggaran daerah. Kenyataan di lapangan jauh panggang dari api.
Entah di mana salahnya, sehingga sampai hari ini masih banyak yang belum menerima insentif itu. Apakah karena Perbub yang datangnya terlambat sehingga tak bisa ditampung di APBDes, para kepala desa yang tak peduli, pengawasan Perbub yang tak berjalan maksimal, atau ada hal lain, tapi apa pun itu hasilnya cuma satu: para guru MDTA kelimpungan.
Patut diketahui, dalam surat edaran Bupati Madina tanggal 09 November 2022 tentang Pelaksanaan Peraturan Bupati Nomor 63 Tahun 2022 pada poin kedua disebutkan, kepada seluruh camat agar memonitoring dan mengawasi seluruh kepala desa di wilayah kerja masing-masing serta memerintahkannya untuk menampung bantuan insentif tersebut pada APBDes.
Persoalan ini sebenarnya bukan hal baru. Riak-riak kekecewaan guru-guru MDTA, guru mengaji, dan bilal mait telah tercium menjelang Idulfitri lalu. Saat itu satu per satu OPD mulai mencairkan gaji tenaga honornya. Bagian Kesejahteraan Rakyat (Kesra) Sekdakab Madina pun tak tinggal diam, guru-guru MDTA di kelurahan mulai menerima insentif. Sementara mereka yang berada di bawah naungan pemerintahan desa harus gigit jari.
Suara-suara teriakan minta tolong mulai menggema. Hingga akhirnya membentuk suara bulat dan aspirasi itu disampaikan kepada Sekdakab Madina Alamulhaq Daulay beberapa hari lalu. Jawaban yang mereka terima membuat yang mendengar mengelus dada. Bagi desa yang telah menganggarkan sudah pasti akan menerima. Bagi yang tidak? Ya, terpaksa harus ikhlas dan lapang dada.
Harus pula menjadi perhatian bahwa banyak guru MDTA itu yang hidup dalam ekonomi yang tak berkecukupan. Jauh dari kata sejahtera. Sudah itu mereka tak pula mengenal gaji bulanan, kecuali satu dua tabung beras. Ada memang yang punya gaji, tapi jumlahnya sedikit. Kondisi ekonomi yang sulit saat ini seperti melengkapi perih yang mereka rasakan.
Tak semua memang merasakan perih itu. Ada beberapa desa yang menganggarkan secara penuh, ada yang membayar beberapa bulan, dan ada yang sama sekali tidak menganggarkannya di APBDes. Kondisi ini pun tak pelak membuat para guru MDTA, guru mengaji, dan bilal mait hanya bisa berharap. Memohon kepada Bupati Sukhairi agar mengkaji ulang atau sekalian mencabut Perbub Madina Nomor 63 Tahun 2022 itu. Langkah bijak kata mereka, mengembalikan insentif itu ke bidang Kesra.
Bukan mereka tak senang dengan Perbub tersebut, tapi pelaksanaannya yang tak menentu telah membuat mereka terkatung-katung. Bahkan ada yang mengaku, para guru yang semestinya dihormati dan dimuliakan itu, terkesan bak pengemis menanti insentif tersebut. Ah, sudahlah, toh, di Negeri yang kaya ini ada istilah guru itu pahlawan tanpa tanda jasa. (Red)