Menyalahkan Perbup Sama dengan Menyalahkan Bupati

Tabuyung (HayuaraNet) – Peraturan Bupati Mandailing Natal (Madina) Nomor 62 Tahun 2022 tentang Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) adalah satu mekanisme hukum yang harus dipatuhi karena sebelumnya telah melalui kajian hukum. Pihak yang menyalahkan Perbub sama saja dengan mengalahkan bupati.

Demikian disampaikan calon kepala Desa Tabuyung Asmaul Mikdar Daulay menanggapi sengketa Pilkades di desa tersebut.

“Menyalahkan Perbub berarti menyalahkan Bupati Sukhairi. Kami yakin sebelum perbup itu diundangkan terlebih dahulu dilakukan kajian. Tidak mungkin seorang kepala daerah ujug-ujug mengeluarkan peraturan tanpa kajian, kalaupun ada kerancuan dalam substansi atau norma hukum dari perbup itu, maka ada jalur hukum lain yang harus ditempuh,” katanya, Sabtu (7/12).

Mikdar, cakades Tabuyung yang menggugat hasil perhitungan suara menyampaikan, dalam perbub tersebut dinyatakan tanda coblos lebih dari satu, kecuali di kolom yang sama, adalah batal.

“Semestinya ini menjadi acuan bagi panitia dalam menentukan sah tidaknya suara. Tidak seperti yang terjadi di pilkades kemarin. Perbub tidak mengenal coblos tembus dan ini harus sama-sama dipatuhi,” tambahnya.

Cakades yang memperoleh 361 suara ini menambahkan, Permendagri Nomor 112 tahun 2014 Pasal 40 yang dijadikan sebagai acuan penentuan sah tidaknya suara harus dipahami bersama agar tidak menimbulkan kerancuan pemahaman.

“Pada Pasal 40 huruf d jelas disebutkan tanda coblos lebih dari satu tetap sah selama masih dalam salah satu kolom yang memuat nomor, foto, dan nama calon. Bukan di luar kotak,” jelasnya.

“Sementara di huruf c dijelaskan suara sah apabila tanda coblos terdapat dalam salah satu kotak segi empat yang memuat nomor, foto, dan nama cakades. Sebenarnya isi pasal tersebut jelas, sederhana, dan mudah dipahami. Lalu apa kapasitas kita menerjemahkan aturan hukum? Bupati sesuai kewenangannya telah menerjemahkan Permendagri tersebut dalam bentuk Perbub dan itu mengikat untuk ditaati,” lanjutnya.

Perolehan Suara Calon Kepala Desa Tabuyung (Dok. HN).

Mikdar menilai, penghitungan ulang suara dengan mengikuti mekanisme yang ada, termasuk Perbub Nomor 62 Tahun 2022, bukan satu pembangkangan terhadap peraturan, melainkan upaya untuk mendapatkan keadilan bagi semua pihak.

“Aturan itu dibuat untuk dipatuhi sehingga tercapai keadilan. Kalau tidak ada peraturan, yang ada semua orang akan memaksakan keinginannya dan ini akan menimbulkan kekacauan,” sebutnya.

Dia menyebutkan, semua orang berhak menyampaikan pendapat terkait pelaksanaan Pilkades Tabuyung, Kecamatan Muara Batang Gadis, Madina, Sumut, tapi bukan berarti bisa membenturkan masyarakat dengan menimbulkan kegaduhan.

“Kalau mau bicara peraturan, menyampaikan gugatan hasil pilkades diakui dalam peraturan perundang-undangan, baik Permendagri maupun perbub. Tapi, mengatakan penghitungan ulang sebagai pembangkangan terhadap peraturan adalah pemikiran yang kekanak-kanakan,” terangnya.

Dia menilai seharusnya semua pihak mengikuti mekanisme yang ada. “Ajuan sengketa itu mekanisme yang diakui. Semestinya kalau merasa mendulang suara yang banyak tidak perlu cemas dengan penghitungan ulang,” tutupnya.

Sebelumnya, dua calon kepala Desa Tabuyung mengajukan gugatan. Keduanya menilai Pilkades di desa tersebut banyak kejanggalan. Selain perbedaan sah tidaknya suara antar TPS juga ada dugaan panitia tidak bekerja sesuai dengan mekanisme. Termasuk, adanya dugaan panitia mengampanyekan salah satu calon. (RSL)

Mungkin Anda Menyukai