Menjemput Asa 20 Persen HGU PT Rendi

Panyabungan (HayuaraNet) – Sebanyak lima orang perwakilan Koperasi Hasil Sawit Bersama (HSB) Desa Singkuang I, Kecamatan Muara Batang Gadis, Kabupaten Mandailing Natal (Madina), Sumut, sudah berada di Panyabungan. Kelimanya mendapat amanah untuk menjemput asa 20 persen kebun plasma dari PT Rendi.

Sesuai dengan janji pemerintah pada Senin (20/3) lalu, akan diadakan rapat forum komunikasi pimpinan daerah (Forkopimda), Jumat (24/3) untuk menentukan nasib masyarakat.

Amanah yang diemban Ketua Koperasi HSB Sapihuddin, anggota pengawas koperasi HSB Alidansyah Pohan, Maimun Nasution, Saipul Lubis, dan Zulriadi bukan hal yang mudah. Mereka harus bisa meyakinkan pemerintah dan perusahaan agar hak masyarakat dipenuhi.

Di Desa Singkuang I sana, ada ratusan warga yang bertahan di depan portal PT Rendi, melakukan aksi unjuk rasa mendesak perusahaan agar merealisasikan kewajiban membangun kebun plasma. Warga telah bertahan selama empat hari. Bahkan sahur, puasa, dan tarawih dilaksanakan di pelataran perusahaan.

“Kami sudah di Panyabungan,” kata Sapihuddin, Kamis (23/3) malam.

Unjuk rasa yang telah berlangsung empat hari itu merupakan puncak kekecewaan warga, baik terhadap perusahaan maupun pemerintah. Meski demikian, bisa jadi warga tidak terlalu optimistis dengan hasil rapat yang diselenggarakan usai salat Jumat itu.

Warga Buka Puasa di Bawah Tenda yang Didirikan di Depan Portal Perusahaan (Istimewa).

Melansir Sinar Tabagsel, warga meragukan Bupati H. M. Jafar Sukhairi Nasution mampu mengambil tindakan tegas karena disinyalir banyak aparatur pemerintah daerah yang diam-diam berminat mendapatkan bagian dari lahan plasma yang hendak dibangun itu.

Bahkan, kabarnya tanpa kesepakatan pembagian dengan aparatur itu, maka tidak ada perjanjian penyerahan lahan antara perusahaan perkebunan sawit dengan petani plasma.

“Pembagian jatah itu terjadi saat pengesahan koperasi petani plasma,” kata Yunus, salah seorang petani plasma di Kecamatan Muara Batang Gadis.

“Pemerintah daerah sering memperlambat pengesahan koperasi petani plasma sehingga perjanjian kontrak penyerahan lahan dengan perusahaan tidak bisa terjadi,” lanjutnya.

Bahkan, tidak jarang, koperasi  petani plasma yang sudah terbentuk, mendadak pengurusnya diganti dan pemerintah daerah langsung melakukan pengesahan pengurus baru.

“Banyak kasus pengurus koperasi dibekukan, lalu muncul pengurus baru tanpa sepengetahun pengurus lama,”kata Ilham, petani plasma lainnya. (RSL)

Mungkin Anda Menyukai