Mengenal Munir Ritonga: Aktivis Perlindungan Anak, Upaya Penyelamatan Generasi, dan Politik

Panyabungan (HayuaraNet) – Muniruddin Ritonga. Sekilas nama depannya mengingatkan banyak orang pada aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) yang tewas diracun di pesawat, Munir Said Thalib. Ternyata selain nama depan, keduanya punya kesamaan, yakni aktivis yang memperjuangkan hak asasi dan korban tindak kekerasan. Bedanya, Muniruddin Ritonga fokus pada kasus anak dan perempuan.

Lahir di Sinonoan dari keluarga yang tidak beruntung secara ekonomi membuat Munir terbiasa bekerja keras. Bahkan, masa bermain baginya di usia anak-anak adalah barang istimewa. Keinginan untuk memiliki hidup yang lebih baik mendorong anak ke-10 dari 13 bersaudara ini bersungguh-sungguh dalam menempuh dunia pendidikan. Dia berkeyakinan hal itu akan membuka peluang lebih besar untuk mencapai cita-citanya.

Usai menyelesaikan studi di MAN 1 Medan, Munir Ritonga melanjutkan pendidikan di IAIN Sumatera Utara (sekarang UINSU) dan bergabung dalam organisasi pergerakan mahasiswa, PMII. Dari sana jiwa aktivis dan kepemimpinan Munir kian terasah. Kepedulian terhadap lingkungan sekitar membawa dia bersentuhan dengan dunia perlindungan anak dan perempuan. Lulusan Fakultas Syariah ini pun melihat dunia lain yang butuh perhatian lebih, yakni kekerasan terhadap anak, utamanya kekerasan seksual, masih tinggi di Sumatera Utara.

Bermula dari ajakan salah satu seniornya, tokoh muda Nahdhatul Ulama (NU) Sumut kemudian terdorong untuk turut serta dalam pergerakan penyelamatan anak. Dia pun masuk kepengurusan Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Sumut. Bahkan, sejak tahun 2016 lalu dia dinobatkan sebagai ketua. Keterlibatannya dalam menangani ribuan kasus kekerasan seksual dan fisik terhadap anak dalam belasan tahun terakhir membuat alumni pascasarjana UINSU ini menyimpulkan butuh realisasi regulasi yang kuat ditopang anggaran maksimal untuk memberikan perlindungan maksimal bagi pemenuhan hak-hak anak.

“Bergerak secara person atau lembaga (di luar sistem pemerintahan) sulit untuk melakukan perubahan. Mengubah sistem harus dari dalam, baik itu eksekutif maupun legislatif,” katanya dalam wawancara singkat di Panyabungan terkait alasan dirinya maju sebagai caleg DPRD Sumut, Senin (18/12).

Tingkat kekerasan terhadap anak di Sumut masih tergolong tinggi. Bahkan, untuk tahun 2023 saja, sesuai data dari simfoni PPA Kementerian PPPA, tercatat 1.344 kasus. Itu masih yang tercatat secara resmi. Namun, penanganan ribuan kasus tersebut dominan tidak tuntas karena berbagai hal, mulai dari permintaan damai pihak pelaku sampai perasaan malu pihak korban.

“Padahal kasus seperti ini seharusnya dituntaskan secara hukum karena anak yang menjadi korban akan mengalami guncangan mental yang merusak psikologi dan psikisnya,” terang calon Nomor Urut 2 dari PKB untuk Dapil VII Sumut itu.

A D V E R T I S E M E N T

Munir menceritakan banyak kasus kekerasan anak yang terjadi di luar nalar. Pada 2016 lalu, dia dihadapkan pada kasus kekerasan seksual anak usia satu tahun delapan bulan dengan pelaku ayah kandung sendiri. Tahun berikutnya, 2017, dia menerima pengaduan kasus pembunuhan seorang anak oleh tetangga yang dikenal baik. Advokasi dan edukasi terhadap perlindungan anak masih jauh dari kata cukup sehingga banyak orang tua yang tidak tanggap dengan hal-hal yang menjadi ancaman bagi anak.

“Pelaku kekerasan terhadap anak, termasuk kekerasan seksual, umumnya dilakukan orang-orang terdekat, bahkan keluarga. Advokasi dan edukasi tak lagi cukup, kita butuh realisasi perhatian serius dan mengikat demi generasi di masa depan,” tegasnya.

Atas dasar itulah Muniruddin Ritonga membulatkan tekad berkompetisi untuk memenangkan kursi legislatif. Dalam pandangannya sesuai pengalaman, ada banyak hal yang harus dilakukan untuk memberikan perlindungan terhadap anak. Mulai dari penyediaan layanan rehabilitasi psikologi anak, pembuatan kurikulum Perlindungan Anak bagi SMA dan perguruan tinggi, sampai pembangunan sumber daya manusia (SDM) yang berkaitan dengan hal itu.

Advokasi masif didukung peraturan mengikat, menurut Munir, merupakan paket komplit untuk menekan kasus kekerasan terhadap anak. Duduk di kursi DPRD Sumut akan dijadikannya sebagai upaya menginisiasi lahirnya peraturan yang berkesinambungan dari pemerintah pusat, provinsi, kabupaten, sampai ke tingkat desa/kelurahan. Dia menuturkan, menyelamatkan generasi bangsa ini harus dilakukan dengan melibatkan semua pihak tanpa terkecuali, dan itu harus ada yang memelopori.

“Anak-anak yang mau kita selamatkan ini mungkin bukan anak saya, bukan anak Anda, tapi sudah pasti anak bangsa ini. Pemimpin negara ini di masa depan,” sebutnya.

Untuk melahirkan aturan dan kurikulum tersebut tidak bisa dilakukan hanya dengan dorongan lembaga seperti Komnas PA maupun LPA. Melainkan inisiasi pemerintah atau DPRD dalam bentuk peraturan dibarengi dukungan semua pihak. Untuk itu, Munir pun berharap masyarakat di Kabupaten Tapanuli Selatan, Padang Lawas, Padang Lawas Utara, dan Mandailing Natal serta Kota Padangsidimpuan memberikan suara untuk dirinya pada pemilihan anggota legislatif 14 Februari 2024.

“Tentu niat saya ini tidak akan terlaksana tanpa dukungan masyarakat. Untuk itu, bagi saudara-saudara saya di Tabagsel kiranya memilih Muniruddin Ritonga, calon anggota DPRD Sumut dari PKB dengan Nomor Urut 2,” harapnya.

Keterlambatan dan ketidaksiapan membangun infrastruktur perlindungan anak yang maksimal di tengah derasnya informasi maupun kemajuan teknologi hanya akan menunggu datangnya tsunami kekerasan terhadap anak yang sama-sama tidak diinginkan oleh siapapun. Untuk itu, peran penting orang tua, pemerintah, legislatif, dan penegakkan hukum dibutuhkan. “Namun, hal itu baru akan terlaksana dengan adanya undang-undang yang koheren dari pemerintah pusat sampai desa,” tutup pengurus Ansor Sumut ini. (*)

Mungkin Anda Menyukai