Panyabungan (HayuaraNet) – Kutipan biaya operasional KPPS (Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara) untuk pembuatan SPJ (Surat Pertanggungjawaban) senilai Rp500 ribu yang masif terjadi di Kabupaten Mandailing Natal (Madina), Sumut, ternyata tanpa sepengetahuan KPU setempat.
Hal itu disampaikan Plt. Sekretaris KPU Madina Zulham ketika dimintain penjelasan terkait banyaknya keluhan anggota KPPS terhadap besarnya biaya pembuatan SPJ. “Potongan hanya untuk pajak sesuai ketetapan perundang-undangan yang berlaku,” katanya, Jumat (16/02).
Dia menegaskan, penggunaan anggaran atau biaya operasional KPPS telah disampaikan kepada PPK (Panitia Pemilihan Kecamatan), PPS, dan KPPS melalui surat Alokasi Anggaran, Penyaluran Kebutuhan Pemungutan dan Penghitungan Suara di TPS yang dikeluarkan KPU per 08 Februari 2024 dan ditandatangani Plt. Sekretaris KPU Zulham.
Sementara itu, terkait pembayaran gaji KPPS mengikuti ketentuan PKPU, yakni ketua Rp1,2 juta, anggota Rp1,1 juta, dan petugas ketertiban TPS (Linmas) Rp700 ribu. Terkait pajak gaji, Zulham menerangkan, hanya dibebankan kepada ASN dengan ketentuan Gol IV 15 persen dan Gol III 5 persen.
Untuk diketahui, PPS di beberapa kecamatan mengutip pembuatan SPJ biaya operasional KPPS sebesar Rp500 ribu per TPS. Angka tersebut terbilang besar dari total anggaran yang hanya Rp3,5 juta. Artinya, setiap KPPS harus mengeluarkan 14 persen anggaran hanya untuk pembuatan SPJ.
Pengutipan SPJ ini kuat dugaan merupakan akal-akalan PPS menggerogoti anggaran penyelenggara di bawahnya.
Sebelumnya diberitakan, uang makan KPPS (Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara) disantap PPS (Pantia Pemungutan Suara). Demikian dugaan yang muncul atas tidak tersalurkannya biaya konsumsi sebesar Rp882 ribu per TPS (Tempat Pemungutan Suara) di beberapa kecamatan di Kabupaten Mandailing Natal (Madina), Sumut.
Sesuai informasi yang diterima wartawan media ini, dari belasan TPS di Kecamatan Panyabungan, Panyabungan Barat, dan Panyabungan Timur ditemukan hanya satu KPPS yang mengaku menerima anggaran konsumsi itu. Sementara sisanya menyebut tak mengetahui ada anggaran lain di luar biaya operasional berjumlah Rp3,5 juta.
Berdasarkan keterangan anggota KPPS, uang makan selama pemilihan dan penghitungan suara dianggarkan dari biaya operasional tersebut. Dari jumlah Rp3,5 juta itu ada variasi anggaran yang benar-benar diterima KPPS setelah dipotong pajak dan SPJ. Misalnya, di kawasan Panyabungan ada yang mendapat Rp3 juta, Rp2,8 juta, serta Rp1,7 juta.
Variasi angka itu muncul sesuai kebijakan atas hasil musyawarah antara PPS dengan KPPS karena ada beberapa kebutuhan TPS yang disiapkan oleh PPS. Dengan tidak adanya transparansi anggaran konsumsi itu, setiap PPS mendapat ‘uang saku’ tambahan Rp882 ribu per TPS yang ada di desa atau kelurahan setempat. (RSL)