CATATAN REDAKSI – Kisruh hasil seleksi PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja) di Kabupaten Mandailing Natal (Madina), Sumut, kian meruncing. Peserta yang merasa dicurangi dalam penentuan kelulusan dan jumlahnya ratusan orang telah berkumpul untuk menyatukan pendapat maupun kesepahaman. Pertemuan yang digelar di pelataran Masjid Agung Nur Alan Nur itu menyepakati pelaksanaan unjuk rasa dan pelaporan ke pihak berwajib.
Kisruh PPPK ini seolah dua pejabat terdepan, yakni Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Abdul Hamid Nasution dan Kepala Dinas Pendidikan Madina Dollar Hafriyanto Siregar melemparkan kotoran ke muka Bupati HM Jafar Sukhairi Nasution. Pasalnya, kedua pimpinan OPD itu kompak mematikan ponsel sejak pengumuman dikeluarkan.
Keduanya sperti sudah tahu bahwa akan ada masalah yang timbul dari kebijakan yang mereka ambil dengan memotong nilai peserta. Baik Hamid maupun Dollar sama-sama tak memberikan penjelasan kepada ratusan orang yang haknya telah terenggut. Ketiadaan keterangan dan persolaan rumit yang muncul pada akhirnya bermuara kepada Bupati Sukhairi. Tentu, sebagai orang nomor satu di Pemkab Madina ini menjadi sasaran tembak dan telepon permintaan penjelasan dari berbagai pihak.
Bupati boleh jadi tidak paham teknis penentuan kelulusan peserta PPPK, tapi dengan bungkamnya kedua pejabat yang telah disebutkan itu mau tak mau menempatkan bupati yang harus hadir meluruskan setiap persoalan yang muncul. Lalu, bagaimana kalau bupati juga ternyata belum menerima keterangan dari Hamid dan Dollar.
Beragam asumsi pun muncul dari kisruh ini. Pertama, ada dugaan kesengajaan untuk meluluskan orang-orang tertentu yang dibekingi oleh pejabat pemerintah. Kedua, penjelasan penambahan dan pengurangan nilai pun masih rancu. Di satu sisi ada pihak yang nilainya diturunkan sedangkan di sisi lain ada yang nilainya ditinggikan. Setelah dicek dalam laman pengumuman di SSCASN, ternyata ada penambahan nilai afirmasi sertifikat pendidik. Ternyata, dalam kondisi riil banyak yang belum bersertifikasi, tapi mendapat penambahan nilai.
Bahasa yang muncul di tengah-tengah masyarakat pun seolah menunjukkan ketidakberpihakan pemerintah terhadap guru-guru yang dicurangi itu. Mulai dari penzaliman sampai tendensius pribadi bermunculan. Para peserta PPPK bahkan menilai ada titipan orang tertentu sehingga mereka yang layak secara nilai disingkirkan. Bagaimana mungkin asusmi itu tidak muncul ketika yang total nilainya lebih dari 550 tidak lulus, sementara mereka yang direntang 500-515 dinyatakan lulus.
Bupati Sukhairi semestinya mengevaluasi kedua pejabat tersebut. Bila memungkinkan perlu juga ada evaluasi jabatan dengan memberhentikan keduanya dari posisi saat ini. Apalagi, keduanya masih penjabat, bukan kepala OPD defenitif. Bupati yang berkali-kali menyampaikan dirinya sebagai bapak dari seluruh pegawai di Pemkab Madina harus menunjukkan keberpihakan kepada mereka yang dirugikan.
Jika tidak, bukan tak mungkin kisruh PPPK ini akan disangkut pautkan dengan pentas demokrasi tahun depan. Patut diketahui, istri bupati Eli Mahrani Lubis telah ditetapkan sebagai calon anggota DPR RI dari PKB. Bila kisruh ini berlarut-larut dan kedua pejabat itu tak diberhentikan dari jabatannya, bukan tak mungkin citra pemerintah yang sedang dalam posisi tinggi hancur seketika.
Para guru yang dirugikan itu mungkin bukan saudara kita, tetapi mereka adalah orang-orang yang dengan tulus mendidik anak-anak bangsa ini. Menyiapkan generasi terbaik untuk membawa Madina ke kemajuan dan kemandirian. Lalu, kalau ketika mereka dizalimi dan tidak ada yang berpihak secara riil akan ke mana arah pendidikan di Bumi Gordang Sambilan ini. (*)