Panyabungan (HayuaraNet) – Insiden dugaan kebocoran gas H2S akibat aktivitas PT SMGP (Sorik Marapi Geothermal Power) yang terus berulang seharusnya membuat pemerintah memosisikan diri sebagai “pelatih” alih-alih sebagai “pemain”.
Demikian disampaikan Ketua Fraksi Partai Golkar DPRD Madina (Mandailing Natal) Arsidin Batubara menanggapi insiden dugaan kebocoran gas H2S yang mengakibatkan 79 warga Desa Sibanggor Tonga dan Sibanggor Julu harus dilarikan ke rumah sakit.
“Pelatih itu harus mampu melihat kondisi permainan lapangan dalam mewujudkan tujuan akhir, dalam hal ini adalah untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat bukan sebesar-besarnya kemauan korporasi,” katanya yang dihubungi, Jumat (30/9) siang.
Lebih lanjut, anggota DPRD tiga periode ini menjelaskan, seyogianya pelatih harus menarik pemain yang bermain buruk dan cenderung mengancam keberlangsungan hidup orang banyak dan memasukkan pemain yang lebih profesional.
“Pelatih harus segera tarik sang “pemain” dari lapangan dan ganti sebelum wasit memberi “kartu merah” dan jangan sekali-kali “pelatih” menyalahkan lapangan yang tidak rata,” sebutnya.
Dalam konteks ini, tambah Arsidin, semua pihak tidak boleh berpikir untuk merelokasi atau bahkan menggusur rakyat dari hidup dan kehidupannya. “Investasi panas bumi yang hari ini dikelola oleh PT SMGP dengan segala manajemennya telah bisa dinyatakan gagal dalam melindungi hidup dan kehidupan masyarakat sekitar dan itu harus kita katakan dengan jujur,” ungkapnya.
Anggota Komisi III DPRD ini menerangkan, masalah kejujuran terkadang sangat mahal didapatkan sehingga segala macam bentuk investigasi pun tidak akan mampu mengungkap persoalan. “Yang ada jika kejujuran telah terkubur dalam melihat upaya menciptakan kemakmuran rakyat, maka cita-cita kemerdekaan itu hanya mitos semata,” tambah putra Muara Batang Gadis ini.
Oleh karena itu, tegas Arsidin, upaya sebagian kelompok masyarakat melakukan gugatan hukum terhadap kejahatan korporasi harus mendapat dukungan oleh seluruh elemen pemerintah.
“PT SMGP dengan seluruh manajemennya harus keluar dari pengelolaan investasi panas bumi di Sibanggor. Ini bukan hal yang tabu, sebagaimana dulu Tata Power sebagai konsorsium awal diganti dengan konsorsium yang saat ini kita lihat cara kerja manajemennya telah memberikan ancaman terhadap hidup dan kehidupan masyarakat,” paparnya.
Terkait wewenang pemerintah daerah dalam menyahuti harapan masyarakat seharusnya kewenangan yang diberikan oleh UUD 1945 dalam melindungi segenap tumpah darah rakyat sudah lebih dari cukup. “Maka itu adalah sebuah kewenangan yang luar biasa, kita jangan jadi kekanak-kanakan dalam melihat persoalan,” tegasnya.
“Di sisi lain sebelum case terakhir ini muncul, kita santer mendengar isu “besi tua”. Apakah isu “besi tua” itu adalah bahagian kewenangan yang ada sehingga membuat kita terkadang lupa di mana kita berpijak,” tutupnya.