Panyabungan (HayuaraNet) – Fraksi Partai Golkar DPRD Kabupaten Mandailing Natal (Madina) menilai perolehan Opini WTP (Wajar Tanpa Pengecualian) dari BPK terhadap pengelolaan dan penatausahaan keuangan daerah tahun 2022 harus berbanding lurus dengan keadilan atas pembangunan yang pro rakyat. Hal itu perlu dilakukan sebagai bentuk kejujuran pemerintah kepada rakyatnya.
“Satu sen APBD apakah telah berbanding lurus terhadap sebesar-besarnya kemakmuran rakyat,” tulis mereka sebagaimana diterima redaksi HayuaraNet.
Penilaian tersebut disampaikan Fraksi Partai Golkar saat pandangan umum fraksi-fraksi terhadap nota pengantar Laporan Pertanggungjawaban Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah pada sidang paripurna di ruang Sidang Paripurna DPRD Madina, Sumut, Senin (10/7).
Fraksi Golkar mengingatkan pemerintah bahwa opini WTP adalah kewajiban. Meski demikian, fraksi yang diisi oleh Arsidin Batubara, Syariful Sarling Lubis, Sobir Lubis, Zubaidah Nasution, dan Erwin Efendi Nasution ini tetap menyampaikan apresiasi atas keberhasilan pemerintahan Sukhairi-Atika mencapai hal itu.
Fraksi partai beringin juga menjelaskan, hasil penilaian dari BPK bukan satu jaminan bahwa pembelanjaan dan penatausahaan keuangan daerah bebas dari penyalahgunaan dan penyelewengan.
“Edukasi ini penting disampaikan sebagai upaya mendorong etos kerja dan mental dalam berpikir maupun bertindak agar sesuai dengan konstitusi,” jelas mereka.
Selain menyoroti perolehan WTP, Fraksi Golkar juga menyampaikan beberapa catatan penting. Pertama, sampai saat ini masih lemah kinerja fiskal dalam memenuhi kebutuhan belanja yang bersumber dari pendapatan asli daerah (PAD). Untuk itu, dibutuhkan sikap tegas pemerintah dalam menggali setiap potensi yang ada.
Kedua, pemerintah harus membangun satu sistem pengendalian internal yang kuat dan terukur. Pemerintah bisa membuat metode yang mengikat semua pihak sehingga bisa dievaluasi dan menjadi pijakan untuk membuat hal serupa di masa mendatang.
Ketiga, munculnya upaya memperoleh hak plasma dari berbagai masyarakat di wilayah pantai barat Madina harus dimaknai bahwa masyarakat sadar pemerintah merupakan benteng terakhir untuk mencapai itu.
Di luar persoalan keuangan dan tuntutan plasma, Fraksi Golkar juga menyoroti fenomena sosial yang terjadi belakangan, seperti maraknya peredaran narkoba, banyaknya bayi terlahir dari perbuatan orang tua yang tidak bertanggung jawab, dan penyakit masyarakat lainnya. Kondisi ini membutuhkan kehadiran pemerintah dalam mengurai setiap persoalan dan melahirkan solusi sehingga kejadian serupa di masa mendatang bisa diminimalisir.
“Bumi Gordang Sambilan adalah buminya para ulama, untuk itu Partai Golkar berharap keterlibatan semua pihak dalam merumuskan tata kehidupan bersama dalam aturan yang mengikat,” jelas Fraksi Golkar dalam penyampaian pandangan fraksi itu.
Kemudian, Fraksi Golkar berharap pemerintah tidak membiarkan pondok pesantren yang ada di Madina berdiri sendiri. “Pemerintah harus hadir dalam pengembangan pondok pesantren, khususnya dalam pembentukan sistem ekonomi kreatif,” sebut mereka.
Terkait itu, Fraksi Golkar mendorong lahirnya perda pengelolaan dan pembinaan pondok pesantren serta penampungan anggaran pembayaran listrik dan air di setiap masjid dan tempat ibadah lain yang ada di Madina.
“Serta memperhatikan kehidupan para malim kampung seperti guru mengaji, marbot, dan bilal mayit,” tutur mereka.
Golkar di akhir pandangan fraksi memandang laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD Madina tahun 2022 dapat dilanjutkan pembahasannya pada tingkat selanjutnya. (RSL)