Panyabungan (HayuaraNet) – Ekstraksi panas bumi ditengarai memengaruhi segala aspek kehidupan di sekelilingnya. Bahkan diyakini bisa memicu bencana Industri yang lebih besar. Jika pemerintah tidak serius bukan tak mungkin akan terus menyebabkan jatuhnya korban.
Demikian disampaikan Koordinator Nasional Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Melky Nahar saat menjadi nara sumber pada webinar yang diinisiasi organisasi nirlaba MadinaCare, Kamis (6/10).
“Pembangunan Geothermal ini untuk kepentingan siapa? Ya, memang terlihat seperti energi terbarukan namun belum tentu bisa berkelanjutan. Sebab ekstraksi panas bumi ini memengaruhi segala aspek kehidupan di sekelilingnya,” katanya.
Webinar ini mengambil tema “SMGP: Dilematis Antara Investasi dan Keselamatan” dengan nara sumber Ditjen EBTKE, anggota Komisi VII DPR RI, Koordinator Nasional JATAM Melky Nahar dan tokoh Masyarakat Mandailing Natal (Madina) Irwan H. Daulay.
Webinar ini terlaksana dengan latar belakang kejadian dugaan kebocoran gas H2S yang terus berulang. Bahkan sampai saat ini ada 8 nyawa melayang yang berhubungan erat dengan keberadaan perusahaan panas bumi di Desa Sibanggor Julu, Kecamatan Puncak Sorik Marapi itu.
Roni Chandra H. mewakili Direktur Panas Bumi Ditjen EBTKE menjelaskan, seharusnya investasi dan keselamatan bukan satu hal yang harus dipertentangkan, tapi mencari solusi agar keduanya bisa beriringan. “Sejauh ini Kementerian ESDM tidak abai, bahkan kami memberi teguran pada perusahaan hingga menghentikan sementara aktivitas perusahaan,” terangnya.
Roni menilai keberadaan PT SMGP sangat berpotensi dan menguntungkan daerah, baik melalui CSR dan bonus tahunan. “Serapan tenaga kerja dari warga Madina mencapai 54%, kemudian saat ini juga Kabupaten Madina sudah mampu memenuhi kebutuhan listrik bahkan menjadi penyuplai untuk kabupaten lain,” tuturnya.
Hal berbanding terbalik justru disampaikan anggota Komisi VII DPR-RI Rofik Hananto. Dia menilai aktivitas perusahaan perlu dihentikan untuk dilakukan investigasi. “Kali ini pemerintah harus lebih serius sebab Komisi VII pada April lalu juga sudah merekomendasikan pencabutan izin PT SMGP. Heran juga sampai saat ini tidak ada perbaikan dari segi health and safety standart-nya,” jelasnya.
Lebih lanjut Rofik menerangkan, kejadian berulang di WKP PT SMGP menjadi awan kelam bagi pengembangan Energi Baru Terbarukan (EBT). “Karena biar bagaimanapun keselamatan rakyat harus diutamakan,” imbuhnya.
Tokoh masyarakat Mandailing Natal Irwan H Daulay menilai harus ada aturan antara perusahaan dan masyarakat yang disusun bersama untuk mengatasi segala persoalan yang timbul.
“Karena keberlangsungan perusahaan berpengaruh pada peningkatan taraf hidup masyarakat. Penting ada MoU antara Pemkab Madina dan perusahaan untuk menangani dampak sosial nantinya. Pemkab juga harus memiliki aturan terkait pengalokasian bonus produksi terhadap desa-desa sekitar WKP,” harap Irwan.
MadinaCare menyimpulkan hasil paparan nara sumber dalam empat poin. Pertama, aktivitas perusahaan harus dihentikan untuk dilakukan investigasi. Kedua, investigas harus melibatkan pihak independen.
Ketiga, PT SMGP sudah mampu memenuhi kebutuhan listrik kabupaten bahkan surplus dan dapat menyuplai kabupaten lain, maka sudah seharusnya lstrik gratis untuk Mandailing Natal. Terakhir, Keselamatan rakyat harus diutamakan sehingga perlu ada tindakan tegas dari Pemerintah. Untuk itu jika tidak ada evaluasi dan insiden terus terjadi Izin perusahaan harus dicabut. (RSL)