Panyabungan (HayuaraNet) – Dorongan dan dukungan agar tokoh pendidikan asal Mandailing Natal (Madina) Willem Iskander ditetapkan sebagai pahlawan nasional terus bergulir. Kali ini datang dari Ikatan Pemuda Mandailing (IPM).
Presiden IPM Tan Gozali Nasution mengajak masyarakat untuk bersama-sama mendukung penetapan tersebut mengingat tokoh yang mendirikan Kweekschool Tanobato itu telah memberikan banyak sumbangsih bagi kemajuan pendidikan pribumi pada masa itu.
“Beberapa hari lagi kita akan memperingati Hari Pahlawan Nasional tepatnya tanggal 10 November, ayo kita dukung bersama pahlawan pendidikan yang terlupakan, Willem Iskander, menjadi Pahlawan Nasional,” katanya kepada HayuaraNet di Panyabungan, Madina, Sumut, Sabtu (5/11) malam.
Tan Gozali menerangkan, sosok yang disebut pionir pendidikan bumiputera oleh harian De Lokomotief itu bukan saja perintis sekolah guru desa, tapi juga turut memberikan sumbangsih bagi sastra dan penulisan buku dengan pengantar bahasa Mandailing.
“Sehingga Willem Iskander layak disebut sebagai guru masyarakat Mandailing. Prosa dan puisinya yang terkumpul dalam Si Bulus-Bulus, Si Rumbuk-Rumbuk (Tulus, Mufakat, Rukun) adalah karangan satiris yang menyuarakan semangat kemerdekaan,” paparnya.
“Perlu diingat prosa dan puisi ini pernah dilarang beberapa tahun oleh Pemerintah Belanda sebab dinilai dapat menyulut semangat kemerdekaan,” tambahnya.
Wakil Ketua Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Provinsi Sumatera Utara (Sumut) ini menilai, Willem Iskander belum mendapat tempat yang layak di tengah-tengah masyarakat Mandailing. Terlebih banyak narasi bias yang mengerdilkan ketokohan pria kelahiran Pidoli Lombang itu.
“Narasi bias itu kemudian dibantah oleh Basyral Harahap dan sebaliknya lewat penelitian mendalam, Basyral menyampaikan apa yang sebenarnya terjadi pada Willem Iskander,” tutupnya.
Willem Iskander bernama asli Sati Nasution dengan gelar Sutan Iskandar. Lahir di Pidoli Lombang, Sumatera Utara pada Maret 1840. Ia mengawali pendidikannya di Inlandsche Schoolan atau Sekolah Rendah yang didirikan oleh Asisten Residen bernama Alexander Godon tahun 1853.
Setelah lulus, Willem diangkat menjadi guru di sekolah tersebut. Kala itu, usianya baru 15 tahun. Jika Ki Hajar Dewantara mendirikan Taman Siswa pada 1922, sejarah mencatat bahwa Willem Iskander telah mendirikan lembaga pendidikan untuk menghasilkan guru-guru bumiputera sejak 1862.
Gagasan kebangsaan dan kepedulian terhadap pendidikan Willem Iskander tidak lahir begitu saja. Dia dimentori Godon, Dirk Hekker, dan Milles, guru-guru di Belanda yang sangat menaruh perhatian pada pendidikan keguruan.
Tak ketinggalan pula Eduard Douwes Dekker, sesama pegawai Belanda yang kemudian terkenal dengan nama samaran Multatuli lewat karya monumentalnya, Max Havelaar (1859). Willem Iskandar meninggal dunia di Amsterdam Belanda tahun 1876. (RSL)