Panyabungan (HayuaraNet) – Dedi Saputra Tinambunan, mahasiswa Semester Delapan program studi Pendidikan Agama Islam (PAI) Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Kabupaten Mandailing Natal (Madina) mendapati dirinya dicoret sebagai penerima KIP usai menyelesaikan pemberkasan untuk semester ini.
Merasa dirugikan karena tanpa pemberitahuan dari pihak kampus dan merasa tidak melakukan pelanggaran yang berakibat pencabutan beasiswa KIP, Dedi pun menayangkan surat somasi kepada Ketua STAIN Madina Prof. Dr. Sumper Mulia Harahap, M.Ag. Surat bertanggal 01 April 2024 itu memuat empat tuntutan.
Pertama, meminta penjelasan kepada pihak kampus terkait pencabutan KIP atas nama Dedi Tinambunan. Kedua, meminta data-data terkait pencabutan beasiswa sesuai dengan keputusan Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Nomor 6312 Tahun 2022 tentang Petunjuk Teknis Program Kartu Indonesia Pintar (KIP) pada Perguruan Tinggi Islam. Ketiga, meminta pertanggungjawaban pihak kampus atas tidak keluarnya beasiswa KIP Semester 8 atas mahasiswa tersebut. Keempat, meminta ketua STAIN Madina memberikan sanksi kepada pihak-pihak yang mencabut KIP Dedi secara sepihak.
Dedi menceritakan, awal mula pencabutan KIP atas nama dirinya terjadi pada Semester 7. Saat itu, dia merasa dipersulit dalam pengajuan pencairan beasiswa tersebut. Saat itu seluruh berkas yang dibutuhkan telah disiapkan dan dilaporkan oleh yang bersangkutan, tapi dana belajar tak kunjung cair.
“Kaprodi PAI menyampaikan bahwa uang KIP saya akan dicairkan pada semester 8 sebesar Rp12 juta. Tapi, nyatanya tak cair dan sudah digantikan ke mahasiswa lain,” katanya, Senin (01/02).
Dedi mengungkapkan, sepanjang pengetahuannya tidak pernah melakukan tindakan yang melanggar ketentuan penerima KIP. Meski demikian, ini kali kedua dipersulit dalam melakukan pencairan.
Terkait pencabutan namanya sebagai penerima KIP, Dedi meminta pihak kampus memberikan keterangan tertulis dan transparansi alasan pencabutan beasiswa itu. “Kalau memang KIP saya dicabut, tolong berikan bukti secara tertulis terkait pelanggaran apa yang saya lakukan berkaitan dengan KIP. Ini berkenaan dengan hak saya, karena saya sudah menyelesaikan kewajiban laporan KIP,” pintanya.
Sebagai upaya awal, Dedi telah meminta penjelasan kepada Wakil Ketua III Bidang Kemahasiwaan dan Kerjasama STAIN Madina, tapi diarahkan untuk menjumpai Ketua Prodi PAI Ali Jupri Pohan. “Ketua Program Studi PAI dan Sekretaris Prodi menyatakan KIP saya telah digantikan oleh Abdul Majid Rangkuti dan disahkan pada Selasa (27/3) lalu,” ungkapnya.
Presiden Mahasiswa STAIN Madina (demisioner) Khoirul Amri Rambe mengaku kecewa kecewa dengan keputusan pihak kampus mengganti nama mahasiswa penerima KIP tanpa dasar yang kuat secara legalitas.
Dia menilai keputusan tersebut telah mencederai hak-hak mahasiswa. Dia pun mengaku telah mengonfirmasi ketua STAIN, tetapi belum mendapat tanggapan. “Kami meminta ketua STAIN Madina tidak tutup mata terkait masalah ini karena telah serius mencederai hak-hak mahasiswa,” katanya.
Sejauh ini, kata dia, Dedi Tinambunan masih terus meminta penjelasan dan keadilan kepada ketua STAIN Madina terkait dasar pencabutan KIP miliknya yang diduga dilakukan sewenang-wenang.
Sementara itu Dr. Sumper Mulia dan Ali Jupri Pohan yang dikonfirmasi HayuaraNet sampai berita ini dilansir belum memberikan jawaban.
Untuk diketahui, ada beberapa alasan yang membuat seorang mahasiswa penerima KIP disanksi pencabutan beasiswa, yakni telah menyelesaikan studi, tidak memenuhi persyaratan, tidak menaati aturan penerima KIP, melanggar kode etik yang ditetapkan, cuti sakit atau alasan lain, pernah disanksi skorsing dari PTK minimal satu semester, drop out (DO), tidak mengikuti kegiatan akademik sesuai aturan PTK atau tidak mendaftar ulang, mengundurkan diri sebagai penerima, meninggal dunia, terindikasi kuat menjadi bagian organisasi/gerakan yang anti Pancasila dan NKRI, menikah, dan dijatuhi sanksi pidana yang berkekuatan hukum tetap dari pengadilan.
Untuk tindakan pelanggaran, sebelum pihak kampus mencabut KIP harus terlebih dahulu memberikan peringatan lisan dan peringatan tertulis. (RSL)