Panyabungan (HayuaraNet) – Di tengah kasus suap seleksi PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja) muncul isu baru yang berpotensi kian mencoreng nama baik Kabupaten Mandailing Natal (Madina). Pasalnya, PPK (Panitia Pemilihan Kecamatan) Sinunukan diduga telah melakukan tindak pidana pungutan liar (pungli) dengan memotong anggaran ATK (alat tulis kantor) PPS (Panitia Pemungutan Suara) di 14 desa/kelurahan yang ada di kecamatan itu.
Dugaan itu disampaikan langsung oleh beberapa anggota PPS yang ditemui media ini di Sinunukan beberapa hari lalu. Dalam keterangannya, mereka mengaku anggota PPK berdalih pemotongan untuk membayar utang pelantikan Pantarlih (Panitia Pemutakhiran Data Pemilih) dan jasa pembuatan SPJ (Surat Pertanggungjawaban). Setiap kelompok PPS dikenakan potongan anggaran ATK sebesar 50% per bulan.
Jika dihitung-hitung dengan kalkulasi anggaran ATK per bulan Rp2 juta, maka anggota PPK Sinunukan meraup ‘uang saku tambahan’ senilai Rp14 juta setiap bulan. Sementara akibat adanya potongan ini, anggota PPS yang desanya jauh dari ibu kota kecamatan kelabakan. Pasalnya, anggaran itu juga dipakai sebagai biaya operasional perjalanan anggota PPS.
Salah satu anggota PPS menceritakan, anggota PPK mengumpulkan mereka di kantor PPK Sinunukan. Dalam pertemuan itu disampaikan bahwa ada utang PPK karena pelaksanaan pelatihan Pantarlih. Atas hal itu, mereka diminta untuk ikut berkontribusi atau berpartisipasi. Namun, banyak yang tidak setuju sehingga dibuat voting persetujuan atau penolakan. Dalam pemungutan suara itu, didapatkan lebih banyak anggota PPS yang setuju. Akhirnya, diputuskan setiap bulan anggaran ATK dipotong 50 persen.
Sumber media ini menerangkan, sebenarnya pihak-pihak yang setuju bukan datang dari keikhlasan hati, melainkan karena ada rasa takut. “Kalau ditolak, nanti SPJ atau kebutuhan kami akan dipersulit,” katanya yang diwawancarai di salah satu cafe di Sinunukan.
Dia mengaku iba dengan rekan-rekannya yang jauh dari ibu kota kecamatan. “Bayangkan kalau mereka harus mengeluarkan uang Rp150 ribu per sekali jalan, kalau misalnya ada 4-5 kali pertemuan dengan PPK berapa biaya yang keluar. Okelah, kalau kami yang dekat ini,” tuturnya.
Di sisi lain dia juga tidak mengerti ada aturan atau undang-undang yang mengharuskan pengerjaan SPJ PPS dilakukan oleh PPK. “Kami sebenarnya meminta agar PPS yang mengerjakan SPJ, tapi mereka tidak membolehkan,” tutupnya.
Senada dengan itu, anggota PPS dari desa lain menerangkan hal yang sama. Narasumber berjenis kelamin perempuan itu mengaku kecewa dan keberatan atas pemotongan yang dilakukan oleh PPK. Terlebih pemotongan itu berlangsung setiap bulan. “Kalau benar hanya untuk pembayaran utang pelantikan Pantarlih seharusnya tidak setiap bulan,” katanya.
Terkait laporan ke KPU, dia mengaku tidak berani melakukannya sendiri karena khawatir akan mendapat tekanan dari pihak-pihak tertentu. Namun, dia berharap kasus ini segera diselesaikan dan seluruh anggaran yang diambil PPK dikembalikan. “Harapannya uang yang dipotong itu dikembalikan,” ujarnya.
Dia menceritakan ihwal pemotongan ini bermula saat Yusuf masih menjabat ketua PPK Sinunukan. Saat ini yang bersangkutan telah dilantik sebagai kepala Desa Bintungan Bejangkar dan posisinya digantikan orang lain. Namun, alih-alih berhenti, pemotongan justru berlanjut sampai bulan Desember 2023 lalu. Untuk Januari 2024 belum diketahui ada tidaknya pemotongan karena anggaran belum keluar.
Dari empat anggota PPK Sinunukan yang dikonfirmasi, hanya satu yang memberikan jawaban, yakni atas nama Wira. Dalam keterangannya dia menyangkal informasi yang diberikan oleh beberapa anggota PPS dari desa yang berbeda itu. “Untuk informasi pemotongan anggaran, kami tidak pernah melakukannya,” jawabnya singkat.
Namun, Wira tak memberikan keterangan lebih lanjut, termasuk tidak menjawab pertanyaan lain yang diajukan. Sementara tiga orang lainnya memilih bungkam. Senada dengan itu, mantan Ketua PPK Sinunukan Yusuf juga memilih tidak menjawab pertanyaan konfirmasi.
Untuk diketahui, beberapa PPK di Madina melakukan pemotongan anggaran ATK sebesar Rp300 ribu per bulan per PPS sebagai ganti jasa pembuatan SPJ. Angka yang sama itu seolah mengindikasikan ada ketentuan harga yang disepakati. Salah satu yang tidak melakukan pemotongan adalah PPK Panyabungan Barat. “Membuat SPJ itu bukan tugas PPK,” kata salah satu anggota. (RSL)