Panyabungan (HayuaraNet) – Desakan kepada anggota DPRD Mandailing Natal (Madina) untuk membentuk panitia khusus (pansus) terkait kejanggalan dalam penundaan pemilihan kepala desa dan penetapan penjabat (Pj) mencuat.
Salah satu yang mendesak adalah praktisi hukum Ridwan Rangkuti. Desakan tersebut disampaikan Ridwan pada Senin (3/4).
Alumni Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Tapanuli Selatan (UMTS) ini mengatakan belum ada penetapan menteri Dalam Negeri terkait penundaan pilkades serentak di Madina sesuai Pasal 57 Ayat (1) dan (2) Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun 2014.
“Dalam peraturan itu disebut kebijakan penundaan pilkades ditetapkan oleh menteri Dalam Negeri baru kemudian bupati atau kepala deerah mengangkat penjabat kades,” katanya.
Ketua Dewan Penasehat DPC Peradi Tabagsel menerangkan, seharusnya pilkades serentak dilaksanakan pada 19 Desember 2022 lalu bukan hanya melibatkan 62 desa, tapi termasuk 252 desa yang baru ditetapkan penjabatnya.
Alumni SMPN 2 Panyabungan menambahkan, meskipun pelaksanaan pilkades di 252 desa itu ditunda, maka bupati harus mengajukan permohonan penundaan kepada mendagri.
“Seterusnya, masa jabatan Pj. sampai terpilih kepala desa baru. Makanya, proses pilkades itu paling lama satu tahun sehingga masa jabatan Pj. pun hanya satu tahun,” tambahnya.
Pria yang juga berprofesi sebagai dosen ini menduga belum ada penetapan penundaan pilkades dari mendagri sehingga kebijakan Bupati H. M. Jafar Sukhairi Nasution menetapkan 252 ASN sebagai Pj. bertentangan dengan Perbub Madina Nomor 16 Tahun 2019 Bab XI Ketentuan Lain-Lain Pasal 126 yang berbunyi, dalam hal terjadi penundaan pemilihan kepala desa oleh pemerintah (Ic.Red.Mendagri), bupati dapat mengatur jadwal pelaksanaan pilkades serentak dan mengangkat Pj. dari PNS daerah.
Berdasarkan analisis yuridis tersebut, Ridwan menilai, pengangkatan 252 PNS Pemkab Madina sebagai Pj. kades bertentangan dengan PP No 43 Tahun 2014 Pasal 57 Ayat (1) dan Ayat (2) dan Perbub Madina No 16 tahun 2019 Bab XI Pasal 126.
“Sehingga pengangkatan Penjabat Kepala desa tersebut cacat hukum atau cacat yuridis,” tegasnya.
Atas hal tersebut, Madina berpotensi menerima sanksi berupa transfer dana desa tertunda atau bermasalah. Menurutnya pengangkatan 252 Pj. kades bukan masalah kecil dan berpotensi menimbulkan gangguan stabilitas desa dan daerah.
“Apalagi saat ini sudah masuk tahun politik menuju Pemilu 2024. Tidak mungkin lagi dilaksanakan pilkades sebelum tahapan Pemilu selesai,” lanjutnya.
Maka dari itu, dia mendesak DPRD Madina membentuk pansus guna melakukan penyelidikan menyeluruh terhadap permasalahan yang muncul akibat penundaan pilkades.
“Pengangkatan 252 Pj. kades ini sarat permasalahan,” tutupnya. (RSL)