Panyabungan (HayuaraNet) – Sorotan terhadap PT Sorik Marapi Geothermal Power (SMGP) tidak hanya mengenai insiden dugaan kebocoran gas beracun yang terjadi berulang kali, tapi juga keberadaan manajemen dan pekerja. Salah satu yang menjadi perhatian masyarakat adalah data tenaga kerja asing (TKA) yang dinilai fiktif atau tidak sesuai dengan kenyataan.
Dugaan ini muncul setelah data TKA PT SMGP yang dikeluarkan Dinas Tenaga Kerja Mandailing Natal (Madina) untuk Agustus 2022 beredar luas di masyarakat. Dalam data tersebut, terlihat hanya ada 56 TKA, TKI 101 orang, dan pekerja lokal sebanyak 51 orang.
Gerakan Pemuda Islam (GPI) Madina melalui Kabid Pertambangan, Konversi Energi dan Sumber Daya Mineral Hapsin Nasution, SE menyebutkan pihaknya menilai data dari Disnaker itu tidak sesuai dengan fakta di lapangan.
“Dugaan kita itu fiktif karena kita juga melakukan investigasi terkait hal ini dan menemukan fakta bahwa jumlahnya jauh melampaui laporan di Disnaker,” ujar Hapsin yang dihubungi di Panyabungan, Sabtu (24/9).
Untuk itu GPI Madina mendesak pihak berwenang bersama forum komunikasi pimpinan daerah (Forkopimda) melakukan razia dan inspeksi mendadak terkait keberadaan TKA di PT SMGP.
“Juga mengecek keabsahan dokumen keimigrasian pekerja asing serta memastikan standar kualifikasi kompetensi mereka telah sesuai regulasi,” ujar Hapsin.
Hapsin menilai sebaran pekerja di PT SMGP telah mencederai keadilan publik karena jumlah TKA dan TKI lebih banyak dari pekerja lokal. “Masyarakat Madina terkesan hanya pelengkap dan tidak mendapatkan porsi yang layak,” imbuh Hapsin.
Mantan Ketua Umum DPP IMMAN (Ikatan Mahasiswa Mandailing Natal) memaparkan pekerja asing di perusahaan panas bumi itu tidak bisa berbahasa Indonesia dan bahasa Inggris sehingga menimbulkan kesulitan komunikasi dengan orang lain.
“Kita melihat mayoritas TKA pekerja kasar seperti tukang kayu, tukang batu, tukang cat dan pekerjaan berat lainnya yang bisa dikerjakan oleh masyarakat lokal,” jelasnya.
Untuk diketahui, peraturan mengenai penggunaan tenaga kerja asing PLTP dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 3 tahun 2020 tentang Pertambangan Minerba, Peraturan Pemerintah Nomor 96 tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Minerba, dan Peraturan Menteri ESDM Nomor 25 tahun 2018 tentang Pengusahaan Pertambangan Mineral dan Batubara.
Dalam peraturan itu disebut dengan jelas bahwa penyerapan tenaga kerja asing hanya dapat dilakukan apabila tidak terdapat tenaga kerja lokal atau nasional yang memiliki kualifikasi yang dibutuhkan. (RSL)