Bupati Lebih Baik Cari Solusi Permasalahan Kota Panyabungan

Panyabungan (HayuaraNet) – Bupati Mandailing Natal (Madina) H. M. Jafar Sukhairi Nasution diminta lebih baik fokus mencari solusi dari beragam permasalahan di Kota Panyabungan daripada hanya mengurusi pergantian nama ibu kota kabupaten.

Hal itu disampaikan Sekretaris Caretaker Ikatan Cendekiawan Muslim (ICMI) Muda Madina Hapsin Nasution menanggapi wacana Bupati Sukhairi mengganti nama “Panyabungan”.

“Berbicara Kota Panyabungan, lebih baik Sukhairi-Atika menata kesemrawutan, kekumuhan, dan kemacetan sehingga layak dipandang sebagai ibu kota kabupaten. Malu kita melihat Kota Panyabungan saat ini,” Kata alumnus UIN Syahada Padangsidimpuan ini, Jumat (16/9).

Hapsin menilai sampai saat ini belum terlihat program pembangunan yang linear dengan visi misi pemerintahan SUKA. Pergantian nama Panyabungan pun dinilai tidak berhubungan dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Lebih lanjut, Hapsin menerangkan, secara historis dan literatur alasan yang disampaikan Bupati Sukhairi tidak sepenuhnya benar karena dalam bahasa Mandailing tidak mengenal kata “Sabung”.

“Dalam referensi lain merujuk peta kuno. Panyabungan dulu namanya “Panjamboengan” yang asal katanya “sambung”, artinya Kota Panyabungan adalah kota transit, terbuka dan multietnis yang merupakan tempat lalu lintas ke Kota Deli dan Padang,” urainya ketika dihubungi di Panyabungan.

Mantan Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Ikatan Mahasiswa Mandailing Natal ini berpendapat, wacana penggantian nama Panyabungan-yang menurut Bupati Sukhairi berarti tempat penyabungan ayam-hanya akan menuai kontroversi dan perdebatan alot tak berujung.

“Untuk itu kita minta Bupati dan Wakil Bupati bekerja saja secara profesional, fokus pada pembangunan dan menyejahterakan masyarakat Madina,” sebutnya.

Sampah di Pinggir Jalan Kota Panyabungan Menjadi Salah Satu Masalah Klasik yang Tak Kunjung Tuntas (Ist.)

Menurut Hapsin, wacana perubahan nama Panyabungan lebih banyak mudarat daripada manfaat serta akan melanggar UU Nomor 12 Tahun 1998 tentang Pembentukan Kabupaten Mandailing Natal dengan ibu kota bernama Panyabungan.

“Ini akan merepotkan persoalan administrasi kependudukan, pemerintahan, dan lainnya. Bayangkan berapa anggaran yang harus dikeluarkan untuk mengganti catatan administrasi masyarakat,” imbuhnya.

Alih-alih mengurusi hal ‘konyol’ seperti itu, Sukhairi-Atika diminta untuk menyelesaikan pekerjaan rumah yang banyak di tengah singkatnya masa kepemimpinan.

“Konflik PTPN IV, kisruh PT SMGP, polemik PT Sorikmasmining, bahkan IPM Madina untuk skop Sumut saja masih rendah, angka kemiskinan yang meningkat, angka stunting yang tinggi, reformasi birokrasi yang tidak berjalan maksimal, SDM ASN yang lemah dibuktikan dengan kinerja yang tidak maksimal, dan komitmen pemberantasan KKN yang rendah, ini jauh lebih penting untuk diurus,” tegas Hapsin.

“Masyarakat menunggu tagline “Perubahan” yang digaungkan Sukhairi. Hal ini urgen mengingat periodisasi kepemimpinan bupati relatif singkat karena Pilkada Serentak 2024 sudah di ambang pintu,” tutup mantan aktivis PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia) ini. (RSL)

Mungkin Anda Menyukai