BPHTB dari Program PTSL Tak Tertarik, Kaban Penda: Kami Akan Minta Data ke BPN

Panyabungan (HayuaraNet) – Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kabupaten Mandailing Natal (Madina) Ahmad Yasir Lubis mengatakan pihaknya akan meminta data pemilik sertifikat yang tidak melakukan registrasi Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan (BPHTB) dari program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) dan redistribusi tanah (Redis) ke Badan Pertanahan Nasional (BPN).

Hal itu disampaikan Yasir, Senin (27/3), menanggapi potensi pendapatan asli daerah (PAD) dari BPHTB yang tidak tertarik akibat sertifikat tanah dikeluarkan BPN hanya dengan surat pernyataan BPHTB terutang. Potensi PAD dari hal tersebut mencapai Rp1 miliar.

“Data sertifikat itu memang diberikan BPN kepada kami, tapi tidak tahu pasti siapa saja yang membuat pernyataan dan yang mengurus BPHTB karena di data itu tidak dijelaskan,” katanya.

Mantan kepala Dinas Pariwisata Madina menerangkan, setelah data pemilik sertifikat dengan persyaratan pembuatan surat pernyataan terutang BPHTP mereka terima, Bapenda akan mengeluarkan surat penagihan.

“Kami juga bisa menugaskan pegawai untuk melakukan penagihan ke desa-desa,” tambahnya.

Lebih lanjut, Yasir menerangkan, dalam surat penagihan itu nanti akan dibuat batas waktu. “Bagi yang melanggar bisa kami batalkan PBB-nya sehingga sertifikat itu tidak sah,” jelasnya.

Yasir mengungkapkan, lolosnya ribuan sertifikat tanah tanpa registrasi BPHTB terjadi dalam dua tahun terakhir bersamaan dengan program Reformasi Agraria karena pada awalnya BPN menyampaikan kepada masyarakat pengurusan sertifikat tanah gratis.

“Dulu ada surat permintaan dari BPN agar sertifikat dari program PTSL dan Redis digratiskan. Kami tidak bisa meloloskan hal itu karena Bapenda punya target capaian pendapatan dari BPHTB,” ujarnya.

Meski demikian, jelas Yasir, ada keringanan yang diberikan pemerintah daerah, yakni potongan pajak 75% bagi masyarakat yang ikut program pemerintah, dalam hal ini PTSL dan Redis.

Adapun target PAD dari sektor pajak BPHTB untuk tahun 2023 yang dicanangkan oleh Bapenda Madina adalah Rp16 miliar.

Yasir menekankan, untuk tahun 2023 pihaknya bisa memastikan hal serupa tidak terjadi lagi. “Saya sudah koordinasi dengan BPN agar masyarakat yang ikut program pemerintah dalam penerbitan sertifikat tanah harus terlebih dahulu registrasi BPHTB,” lanjutnya.

Koordinasi ini perlu karena masyarakat yang telah menerima sertifikat enggan mendaftarkan BPHTB. “Karena sertifikat sudah di tangan wajib pajak ada keengganan membayar atau mengurus BPHTB,” tambahnya.

Dia menuturkan, koordinasi itu telah membuahkan hasil dibuktikan dengan banyak masyarakat yang datang mengurus BPHTB untuk penerbitan sertifikat tanah. “Hari ini saja ada 16 yang masuk, dan saya cek ini bagian dari program pemerintah,” sebutnya sambil menunjukkan daftar wajib pajak yang melakukan registrasi BPHTP.

Sebelumnya diberitakan sekitar 6000-an sertifikat tanah dikeluarkan BPN. Dari jumlah tersebut hanya sekitar 400-an yang BPHTB-nya teregister.

Meskipun dalam perbub dan perda disebutkan terlebih dahulu registrasi BPHTB baru sertifikat diserahkan, BPN mengambil kebijakan wajib pajak membuat surat pernyataan terutang BPHTP.

“Kami ada target dan ada juga juknis yang membolehkan penyerahan sertifikat tanpa BPHTB dengan catatan harus membuat surat pernyataan terutang,” kata Kepala Kantor BPN di Madina Anita Noveria Lismawaty, Rabu (15/3) lalu. (RSL)

Mungkin Anda Menyukai