BPHTB dari Penerbitan Ribuan Sertifikat Tanah Tak Tertarik

Panyabungan (HayuaraNet) – Pendapatan asli daerah (PAD) dari sektor Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) ribuan sertifikat tanah yang diterbitkan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Mandailing Natal (Madina) tahun 2022 lalu terancam tak tertarik.

Pasalnya, sesuai peraturan bupati (Perbup) Madina Nomor 22 Tahun 2021 dan keterangan pihak Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) sertifikat tanah baru bisa dikeluarkan setelah wajib pajak melakukan registrasi/pengurusan BPHTB. Namun, dari sekitar 6000 sertifikat yang telah diterima warga, baru sekitar 400-an yang BPHTB-nya teregister.

Kepala Kantor BPN Madina Anita Noveria Lismawaty, menerangkan dalam pengurusan sertifikat tanah diperlukan KTP, KK, alas hak atas tanah, dan PBB/ BPHTB.

“Pada PTSL ada aturan dan juknis. Syaratnya sama, tapi di juknis disebutkan bagi wajib pajak yang belum mengurus BPHTB tetap diterbitkan sertifikat dengan catatan harus membuat surat pernyataan terutang,” kata Novi di kantornya, Kompleks Perkantoran Paya Loting, Desa Parbangunan, Panyabungan, Madina, Sumut, Rabu (15/3).

Dia menerangkan, usai proses penerbitan sertifikat, kantah (kantor pertanahan) melaporkan ke dinas terkait mengenai BPHTB yang terutang. “Kan, tidak mungkin kami tahan sertifikat padahal persyaratan dan surat pernyataan sudah dibuat pemohon,” ujarnya.

Laporan tersebut, lanjutnya, telah diserahkan kepada Pemkab Madina, dalam hal ini Bapenda. Pajak merupakan self assessment dan tanggung jawab wajib pajak, sementara BPN bukan instansi pemungut atau pengumpul pajak.

Menurutnya, kalau Pemkab Madina ingin memungut pajak BPHTB bisa dilakukan dengan menghubungi wajib pajak sesuai data pada sertifikat yang telah diterbitkan BPN.

Sementara itu, Kepala Bidang Pengelolaan PBB P2 dan BPHTB Bapenda Madina Irwansyah menerangkan, penerbitan sertifikat tanah seharusnya terlebih dahulu dilakukan verifikasi BPHTB. “Ada perda dan perbubnya. Tapi, kami akan koordinasi dengan BPN terkait juknis dan surat pernyataan itu,” katanya.

Dia mengaku, Bapenda telah menerima data sertifikat yang dikeluarkan oleh BPN, tapi saat ini masih tahap verifikasi untuk memilah wajib pajak yang telah mengurus BPHTB dengan wajib pajak yang belum mengurus.

Terkait upaya penagihan dengan dasar data yang diserahkan BPN, Irwansyah mengaku pihaknya belum melakukan hal tersebut. “Selama ini kami hanya menunggu, ini khusus BPHTB, ya. Kami, kan, tidak tahu siapa saja yang bertransaksi tanah kalau tidak dilaporkan,” tambahnya.

Meski demikian, dia tidak menampik akan melakukan penjemputan secara langsung sesuai data sertifikat yang masuk. “Ini sudah terpikir. Nanti koordinasi dengan kepala desa untuk melakukan pemungutan,” jelasnya.

Patut diketahui, sesuai keterangan BPN ada  6800 sertifikat redis dan 1800 sertifikat PTSL yang diterbitkan. Dari jumlah tersebut, ditaksir ada sekitar Rp1 miliar potensi PAD. (RSL)

Mungkin Anda Menyukai