Panyabungan (HayuaraNet) – Ketua Komisi D DPRD Provinsi Sumatera Utara (Sumut) Benny Harianto Sihotang mengatakan tidak elok masyarakat di sekitar wilayah kerja PT SMGP (Sorik Marapi Geothermal Power) melarang masyarakat luar ikut campur insiden dugaan kebocoran gas karena Mandailing Natal (Madina) masih bagian dari negara Republik Indonesia.
“Masyarakat tidak boleh membatasi penyelesaian masalah dengan menyebut biarlah masyarakat Sibanggor yang menyelesaikan permasalahan dengan perusahaan, karena kita ini masih bagian dari NKRI,” kata Benny menanggapi komplain perwakilan Forum Peduli Masyarakat Kecamatan Puncak Sorik Marapi Plus Purba Lamo, Jumat (14/10).
Benny menambahkan, masyarakat sekitar lokasi perusahaan tidak boleh alergi dengan kesalahan atau kelalaian PT SMGP. “Kalau ada kesalahan atau kelalaian perusahaan, masyarakat tidak boleh alergi. Kalau memang salah kita akui itu kesalahan,” jelasnya dalam pertemuan di Basecamp PT SMGP, Kecamatan Puncak Sorik Marapi, Madina, Sumut.
Bahkan politisi partai Gerindra ini mendorong masyarakat untuk menuntut perusahaan sampai ada yang bertanggung jawab ketika ada permasalahan yang muncul akibat kelalaian. “Kalau memang ada pelanggaran hukum yang dilakukan perusahaan, kami mendorong masyarakat untuk menuntut sampai ada yang bertanggung jawab,” tegasnya.
Benny menilai, masukan dari pihak manapun harus diperhatikan perusahaan, terlebih pembangunan sumur atau aktivitas lain yang berisiko paparan gas beracun bisa mengancam keselamatan masyarakat. “Masukan yang disampaikan berbagi pihak dijalankan dengan baik karena dalam hemat saya itu masukan yang baik,” ujarnya.
Sebelumnya, forum tersebut mengaku gerah dengan pihak-pihak yang dinilai ikut campur urusan perusahaan dengan masyarakat. Terlebih ada yang menyebut hubungan PT SMGP dengan warga di sekitar WKP tidak harmonis. “Kami yang merasakan di sini. Kelompok-kelompok itu tidak pernah hadir saat kejadian. Jangankan membantu evakuasi warga, memberikan satu botol air mineral pun tidak pernah,” ujar perwakilan Forum Peduli Masyarakat PSM Plus Purba Lamo itu.
Terkait penghentian aktivitas pengeboran dan konstruksi di PT SMGP, Benny menyoroti keberadaan pekerja lokal yang terpaksa dirumahkan. “Perusahaan harus mendorong percepatan investigasi agar kembali beroperasi sehingga pekerja yang dirumahkan bisa kembali bekerja,” tambah legislator daerah pemilihan Sumut 2 ini.
Dalam pertemuan tersebut terungkap jumlah karyawan yang tidak bekerja sejak Juli 2022 sekitar 300 orang. Dari jumlah tersebut 180 di antaranya baru-baru ini tidak bekerja. Sesuai keterangan Manajer Stakeholder dan Permiting PT SMGP Muhammad Rum karyawan tersebut merupakan pekerja helper dan outsourcing.
Mengingat dua golongan pekerja tersebut umumnya adalah karyawan kontrak jangka pendek, Rum tidak menjelaskan secara rinci status karyawan yang sudah tidak bekerja itu habis kontrak atau di-PHK. Namun, dia memastikan sering terjadi keluar masuk karyawan di PT SMGP. (RSL)