Panyabungan (HayuaraNet) – Meskipun sama-sama dianggarkan dari dana desa, ternyata Kejaksaan Negeri Mandailing Natal (Madina) memberikan perlakuan berbeda terhadap bimtek (bimbingan teknis) yang berlangsung sepanjang tahun ini. Entah apa alasan perbedaan sikap itu masih belum bisa dijelaskan. Pasalnya, pihak kejaksaan tak menjawab konfirmasi dengan detail.
Masih jelas dalam ingatan, awal Oktober 2023 lalu Kejari Madina memanggil sejumlah camat untuk diperiksa terkait pelaksanaan bimtek. Namun, bimtek Pembekalan Kepala Desa Setelah Dilantik serta Penguatan dan Pengelolaan Program untuk Meningkatkan Kesejahteraan Keluarga sepertinya akan lolos dari pemeriksaan karena Kajari Madina Novan Hadian ternyata termasuk salah satu narasumber.
“Ya, benar. Atas permintaan dari Pemkab untuk memberikan pembekalan kepada kepala desa yang dilantik,” kata Novan ketika dikonfirmasi terkait kebenaran dirinya sebagai narasumber bimtek yang disebut-sebut milik institusi dengan kode Tanjung Morawa itu, Senin (04/12).
Novan menambahkan, pada kesempatan itu dia memberi pembekalan dan pengetahuan umum dalam pengelolaan anggaran dana desa. Namun, dia tak menjawab alasan bersedia menjadi narasumber mengingat saat ini sedang bergulir kasus pemeriksaan pelaksanaan bimtek. Acara berlangsung pekan lalu, dari Rabu (29/11) – Sabtu (02/12).
“Proses pemeriksaan masih berlanjut dan sedang dalam tahapan pulbaket (pengumpulan bahan keterangan),” kata Kasi Pidsus Kejari Madina Raskita Surbakti mengenai pemanggilan sejumlah camat sekitar dua bulan lalu itu, (27/11).
Sementara itu, terkait pelaksanaan bimtek di Hotel Danau Toba International, Medan, yang berlangsung pekan lalu itu, Raskita tak memberikan jawaban. Padahal, Oktober 2023 lalu dia menerangkan hanya ada lima bimtek yang ditampung di dana desa. Sedangkan yang terlaksana tak kurang dari tujuh. Itu pun belum termasuk bimtek pembekalan tersebut.
Tak jelas alasan Raskita tak memberi keterangan. Entah itu karena pimpinan mereka menjadi narasumber entah ada hal lain hanya Raskita yang tahu. Namun, beda perlakuan terhadap bimtek yang berlangsung menimbulkan kecurigaan dan komentar dari masyarakat.
“Seperti tidak tahu saja abang ini. Ya, bedalah. Yang kemarin, kan, tidak ikut narasumber yang sekarang ikut,” kata Rizky, warga Panyabungan, Selasa (05/11).
Dia menambahkan, seharusnya Kejaksaan sebagai bagian dari penegakan hukum tidak semestinya berbeda sikap pada konteks yang sama. “Kalau seperti ini kesannya kejaksaan ribut karena tak kebagian,” ujarnya.
Untuk diketahui, pelaksanaan bimtek kepala desa dan perangkat telah menjadi sorotan dalam beberapa tahun terakhir. Pelaksanaan yang masif dalam satu tahun anggaran dipandang hanya sebagai bagian dari pemborosan dana desa dan upaya memperkaya segelintir orang. Tak heran, banyak organisasi, mulai dari LSM sampai pergerakan mahasiswa, yang terang-terangan menolak kegiatan tersebut.
Dalam catatan redaksi, setidaknya ada delapan bimtek yang telah berlangsung sepanjang tahun ini. Bila dikalkulasikan per kegiatan harus mengeluarkan anggaran Rp10 juta, maka dana desa telah terkuras Rp80 juta untuk sesuatu yang disebut takada manfaatnya.
“Tidak kita pungkiri kepentingan-kepentingan yang harus diakomodir oleh kepala desa. Isi bimtek itu semua sama. Itu diulang-ulang tiap tahun,” cerita salah seorang kepala desa di Kecamatan Tambangan yang dihubungi HayuaraNet tahun lalu.
Kepala desa tersebut menjelaskan dalam satu tahun anggaran berbagai macam tawaran bimtek menghampiri para kepala desa.
“Kan, (bimtek) ini datang dari sana-sini, jadi tergantung keberanian kepala desa (menolaknya). Tapi, ujungnya tetap begitu, mengakomodir kepentingan sebutlah institusi,” jelasnya.
Tiga paragraf terakhir merupakan bagian dari berita Dana Desa Digerogoti, Desa pun Tak Mandiri yang diterbitkan HayuaraNet pada medio Juli 2022 lalu. Saat itu, pelaksanaan bimtek juga tengah menjadi sorotan banyak pihak. (RSL)