Panyabungan (HayuaraNet) – Wakil Bupati Mandailing Natal (Madina) Atika Azmi Utammi Nasution seperti magnet bagi media. Perempuan peraih dua rekor MURI ini berkali-kali menjadi trending topik pemberitaan, baik karena pencapaian, ucapan, maupun tingkah lakunya. Dalam tiga minggu ke belakang dia kembali menjadi sorotan penan para pewarta.
Hal itu bermula saat mobil dinas wakil bupati bermerek Hyundai Palisade tiba-tiba hilang dari peredaran. Sontak, Atika yang belakangan memakai mobil merek Mitsubishi Pajero putih menjadi perhatian. Pasalnya, mobil yang ternyata dirental itu (milik perusahaan swasta) lalu-lalang dengan nomor polisi BB 2 R. Plat merah.
Keberanian Atika yang bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) menuai kritik. Saban hari berita ‘raibnya’ mobil Hyundai Palisade yang pagu anggarannya mencapai Rp950 juta itu berseliweran di berbagai media siber.
Sebenarnya, tak hanya itu yang membuat Atika acap jadi pemberitaan. Tentu masih segar dalam ingatan bagaimana lulusa UNSW Australia ini memulai babak baru hidupnya sebagai wakil bupati. Tak tanggung-tanggung, dia langsung memperoleh dua rekor MURI. Suatu hal yang tak pernah terjadi sebelumnya di Bumi Gordang Sambilan.
Setelah itu berderet penghargaan masuk kabin pribadinya. Mulai dari ICMI Muda Award, penghargaan dari Kementerian Agama, sampai Malintang Pos Award. Itu semua dia peroleh dalam kurun waktu dua tahun jabatan. Itu belum termasuk penghargaan lain yang diterima pemerintah daerah, baik secara kolektif maupun dari unsur OPD. Satu hal lain yang membuat banyak orang angkat topi adalah perolehan Opini WTP dari BPK. Itu merupakan catatan sejarah tersendiri karena baru terjadi di masa ini.
Kembali ke persolaan mobil dinas. Pengadaan yang berlangsung di tengah-tengah pandemi covid-19 itu sebenarnya menuai kritik. Ada beberapa unsur kepala daerah lain saat itu yang menolak mobil dinas baru. Bahkan ketiga pimpinan DPRD Madina pun urung punya mobil dinas baru. Secara administrasi, alasannya adalah barang yang dipesan tidak tersedia. Itu sesuai keterangan Sekretaris Dewan Afrizal Nasution.
Sementara itu, secara etika disebutkan para pimpinan wakil rakyat itu enggan mengganti mobil dinas karena akan menuai sorotan dari masyarakat. Istilahnya, waktu pengadaan tidak tepat karena berbarengan dengan pandemi yang meluluhklantakkan ekonomi. Tentu tak elok seorang wakil rakyat menerima mobil dinas baru berharga rarusan juta sementara di saat bersamaan banyak masyarakat yang susah makan dan kehilangan pekerjaan.
Ada yang menyebut Atika ngotot agar mobil dinas baru segera dibeli. Sayangnya, informasi ini tak bisa diverifikasi karena baik OPD terkait maupun Atika sendiri enggan memberikan informasi. Meskipun kepada beberapa media lain dia sempat menyampaikan klarifikasi pemberitaan terkait mobil dinasnya.
Penggunaan mobil Pajero putih dengan plat hitam sebenarnya bukan masalah. Sebab, baik plat merah maupun plat hitam, Atika tetap wakil bupati. Dia tidak akan tiba-tiba menjadi sekretaris daerah, kalau misalnya memakai mobil dinas dengan nomor polisi BB 3 R selama Hyundai Palisade dalam perbaikan. Kalaupun misalnya perempuan kelahiran Kotanopan itu ngotot memakai plat merah, sebenarnya dia diberikan keistimewaan memiliki dua mobil dinas.
Kabar terakhir menyebutkan mobil Hyundai Palisade itu sedang berada di salah satu bengkel di Medan. Namun, bengkel tersebut bukan bengkel resmi Hyundai. Kuat dugaan, tidak ada asuransi untuk perbaikan mobil yang dibeli tahun 2021 itu karena kerusakan terjadi akibat kelalaian pengguna. Bisa jadi biaya perbaikan yang diperkirakan tidak sedikit ini bakal menjadi tanggungan APBD.
Pada akhirnya, Atika mengakui kesalahan menggunakan mobil Pajero dengan plat merah. Namun, dia beralasan tak mungkin voorijder mengawal mobil plat hitam. Satu alasan yang terkesan mengada-ada. Padahal kalau hendak memakai plat merah ada mobil lain yang bisa dia gunakan. Pun, pengawalan tidak hanya berlaku untuk mobil dinas pejabat.
Penggantian warna plat mobil dinas di Madina memang bukan barang baru. Banyak pejabat yang melakukan hal serupa. Entah mencontoh wakil bupati sebagai pimpinan entah keinginan sendiri hanya mereka yang bisa menjawab. Mobil dinas sepertinya dianggap hal sepele bagi pejabat di Bumi Gordang Sambilan.
Contoh paling dekat adalah mobil dinas BB 512 R yang sejatinya mobil operasional Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Madina. Namun, mobil tersebut acap terparkir di depan rumah salah satu pejabat eselon IV di dinas tersebut. Entah memang diberikan kewenangan oleh kepala OPD atau karena ada kedekatan dengan wakil bupati sehingga pejabat tersebut leluasa memakainya. Satu lagi, di mobil tersebut terpasang plat hitam.
Kepala BPKSDM Madina Abdul Hamid kepada media ini mengaku tidak pernah memberikan fasilitas mobil dinas kepada pejabat eselon IV di instansi yang dipimpinnya. Meski demikian dia tak menampik mobil tersebut adalah kendaraan operasional kantor. Tentu menjadi pertanyaan alasan keleluasaan pejabat itu memakai mobil operasional, sementara ada pejabat di atasnya yang memerlukan mobilitas tinggi.
Patut diketahui, pemerintah Republik Indonesia hanya memberikan fasilitas mobil dinas kepada pejabat eselon III dan di atasnya. Sementara eselon IV dan V hanya diperkenankan memakai kendaraan dinas jenis sepeda motor.
Tak hanya tindakan, kalimat atau ucapan Atika pun kerap menuai sorotan. Masih banyak masyarakat Madina yang mengenang janji Atika akan mempromosikan kopi Mandailing sampai ke Australia. Bahkan, dia berjanji akan menaikkan harga kopi sampai Rp400 ribu per kilo. Alih-alih menepati janji itu, memperhatikan petani kopi pun dia seperti enggan. Malah, lulusan SMAN 1 Kotanopan ini ingin membangun Bundaran Kopi. Entah apa tujuan dan kapan realisasinya sepertinya hanya dia dan Tuhan yang tahu.
Pun dengan niat menggebu-gebu mendirikan tempat pelelangan ikan di kawansan pantai barat. Sampai hari ini tetap menjadi niat, tapi barangkali sudah tercatat sebagai perbuatan baik.
Meskipun acap menjadi bahan pemberitaan, wakil bupati perempuan termuda se-Indonesia ini dianggap kurang menghargai wartawan. Penilaian itu disampaikan salah satu pemburu berita sennior di Madina Hanafi Lubis. Pemred Mandailing Online ini menyebut Atika sebagai sosok yang alergi terhadap wartawan.
Senada dengan itu, pemilik media beritahuta.com Akhiruddin Matondang, jurnalis yang malang melintang di berbagai daerah sejak tahun 1990-an, memandang wakil bupati kaku menghadapi wartawan.
Dia bahkan membandingkan dengan bupati dan kapolres yang masih mau mengangkat telepon dan menjawab Whatsapp pewarta. (RSL)