Panyabungan (HayuaraNet) – Anggaran ATK PPS (Panitia Pemungutan Suara) yang diduga ‘disunat’ PPK (Panitia Pemilihan Kecamatan) Sinunukan, Kabupaten Mandailing Natal (Madina), Sumut, harus dikembalikan apabila terbukti ada pungutan liar (pungli) dalam prosesnya dan anggaran tidak digunakan untuk kegiatan pemilu yang disepakati bersama.
Hal itu disampaikan Ketua KPU Madina Muhammad Ikhsan Matondang yang dimintai keterangan terkait adanya dugaan pungli yang dilakukan anggota PPK Sinunukan. “Kami akan panggil mereka untuk klarifikasi,” kata Ikhsan di ruang kerjanya, Kantor KPU Madina, Jl. Merdeka, Kayujati, Panyabungan, baru-baru ini.
Tak hanya itu, jika terbukti ada pelanggaran dalam pemotongan biaya ATK PPS itu, pihaknya akan mengambil tindakan tegas, termasuk kemungkinan pemberhentian. “Sanksi bagi anggota badan adhoc KPU yang melakukan pelanggaran kode etik bisa berupa teguran tertulis, pemberhentian sementara, pemberhentian tetap atau rehabilitasi/pembinaan,” jelas ketua KPU.
Secara administrasi, jelas Ikhsan, pemotongan tidak mungkin dilakukan karena uang ATK ditransfer langsung ke rekening badan adhoc yang hanya bisa diambil oleh sekretaris dab bendahara PPK. “Mungkin diambil dulu baru diserahkan ke PPK, ini yang perlu kami pertanyakan,” ujarnya.
Lebih lanjut Ikshan menerangkan, anggaran dana ATK bagi anggota PPS sebesar Rp, 2 juta per bulan. Anggaran itu dapat diperuntukkan untuk biaya operasional anggota PPS, pembelanjaan ATK dan biaya makan/minum (konsumsi) saat melakukan kegiatan rapat.
Sebelumnya diberitakan, di tengah kasus suap seleksi PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja) muncul isu baru yang berpotensi kian mencoreng nama baik Kabupaten Mandailing Natal (Madina). Pasalnya, PPK (Panitia Pemilihan Kecamatan) Sinunukan diduga telah melakukan tindak pidana pungutan liar (pungli) dengan memotong anggaran ATK (alat tulis kantor) PPS (Panitia Pemungutan Suara) di 14 desa/kelurahan yang ada di kecamatan itu.
Dugaan itu disampaikan langsung oleh beberapa anggota PPS yang ditemui media ini di Sinunukan beberapa hari lalu. Dalam keterangannya, mereka mengaku anggota PPK berdalih pemotongan untuk membayar utang pelantikan Pantarlih (Panitia Pemutakhiran Data Pemilih) dan jasa pembuatan SPJ (Surat Pertanggungjawaban). Setiap kelompok PPS dikenakan potongan anggaran ATK sebesar 50% per bulan.
Jika dihitung-hitung dengan kalkulasi anggaran ATK per bulan Rp2 juta, maka anggota PPK Sinunukan meraup ‘uang saku tambahan’ senilai Rp14 juta setiap bulan. Sementara akibat adanya potongan ini, anggota PPS yang desanya jauh dari ibu kota kecamatan kelabakan. Pasalnya, anggaran itu juga dipakai sebagai biaya operasional perjalanan anggota PPS.
Salah satu anggota PPS menceritakan, anggota PPK mengumpulkan mereka di kantor PPK Sinunukan. Dalam pertemuan itu disampaikan bahwa ada utang PPK karena pelaksanaan pelatihan Pantarlih. Atas hal itu, mereka diminta untuk ikut berkontribusi atau berpartisipasi. Namun, banyak yang tidak setuju sehingga dibuat voting persetujuan atau penolakan. Dalam pemungutan suara itu, didapatkan lebih banyak anggota PPS yang setuju. Akhirnya, diputuskan setiap bulan anggaran ATK dipotong 50 persen.
Sumber media ini menerangkan, sebenarnya pihak-pihak yang setuju bukan datang dari keikhlasan hati, melainkan karena ada rasa takut. “Kalau ditolak, nanti SPJ atau kebutuhan kami akan dipersulit,” katanya yang diwawancarai di salah satu cafe di Sinunukan.
Di sisi lain dia juga tidak mengerti ada aturan atau undang-undang yang mengharuskan pengerjaan SPJ PPS dilakukan oleh PPK. “Kami sebenarnya meminta agar PPS yang mengerjakan SPJ, tapi mereka tidak membolehkan,” tutupnya.
Senada dengan itu, anggota PPS dari desa lain menerangkan hal yang sama. Narasumber berjenis kelamin perempuan itu mengaku kecewa dan keberatan atas pemotongan yang dilakukan oleh PPK. Terlebih pemotongan itu berlangsung setiap bulan. “Kalau benar hanya untuk pembayaran utang pelantikan Pantarlih seharusnya tidak setiap bulan,” katanya.
Dia menceritakan ihwal pemotongan ini bermula saat Yusuf masih menjabat ketua PPK Sinunukan. Saat ini yang bersangkutan telah dilantik sebagai kepala Desa Bintungan Bejangkar dan posisinya digantikan orang lain. Namun, alih-alih berhenti, pemotongan justru berlanjut sampai bulan Desember 2023 lalu. Untuk Januari 2024 belum diketahui ada tidaknya pemotongan karena anggaran belum keluar.
Dari empat anggota PPK Sinunukan yang dikonfirmasi, hanya satu yang memberikan jawaban, yakni atas nama Wira. Dalam keterangannya dia menyangkal informasi yang diberikan oleh beberapa anggota PPS dari desa yang berbeda itu. “Untuk informasi pemotongan anggaran, kami tidak pernah melakukannya,” jawabnya singkat.
Namun, Wira tak memberikan keterangan lebih lanjut, termasuk tidak menjawab pertanyaan lain yang diajukan. Sementara tiga orang lainnya memilih bungkam. Senada dengan itu, mantan Ketua PPK Sinunukan Yusuf juga memilih tidak menjawab pertanyaan konfirmasi. (RSL)