Panyabungan (HayuaraNet) – Alih-alih mengikuti studi banding yang terkesan hanya menghamburkan uang negara, para kepala desa sebaiknya fokus pada program prioritas, terlebih yang berhubungan dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat maupun ketahanan pangan.
Demikian disampaikan Ketua Badan Aktivis Mahasiswa Madina Abdul Malik Lubis kepada HayuaraNet di Panyabungan, Rabu (16/11) malam, menanggapi studi banding kepala desa ke Berastagi dan ke daerah Sumatera Barat.
“Hal-hal dasar dan prioritas penggunaan dana desa harus dipertimbangkan dengan matang apakah studi banding atau studi tiru ini penting atau tidak di tengah kondisi dan situasi seperti saat ini,” ujarnya.
Malik juga menyoroti waktu pelaksanaan studi banding yang digelar pada masa akhir jabatan beberapa kepala desa. “Kalau tidak ada alasan yang mendesak untuk studi banding ke luar kota seharusnya para kades fokus pada program prioritas,” tegasnya.
Mahasiswa STAIN Madina ini menekankan, selama ini bimbingan teknis yang diikuti kepala desa terkesan sebagai proyek buang-buang uang negara karena hasilnya tidak terlihat. “Jangan sampai studi banding ini hanya agenda wisata dengan memanfaatkan uang rakyat,” sebutnya.
Malik pun menyesalkan program ini bisa lolos dari Dinas PMD Madina, terlebih Bupati Madina H. M. Jafar Sukhairi Nasution pernah melarang para kepala desa mengikuti bimtek. “Terlepas namanya studi banding atau apa, dalam hemat saya ini hanya bimtek yang berubah kulit,” katanya.
Pada Bab II Pasal 5 ayat 2 Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi No 7 tahun 2021 tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa tahun 2022 skala prioritas ada tiga (3) poin, yaitu pemulihan ekonomi nasional sesuai kewenangan desa, program prioritas nasional sesuai kewenangan desa, dan mitigasi dan penanganan bencana alam dan nonalam sesuai kewenangan desa.
Tanggapan Kadis PMD Madina
Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (Kadis PMD) Mukhsin Nasution ketika dihubungi di ruang kerjanya menyebutkan studi banding atau studi tiru yang diikuti kepala desa dari Madina tidak sama dengan bimtek pada tahun-tahun sebelumnya.
“Saya pastikan tidak sama. Ini sebenarnya mau dilaksanakan pada bulan September lalu, tapi terus ditunda karena kami harus melakukan evaluasi terhadap program ini,” katanya, Kamis (17/11).
Pihak PMD, jelas mantan Camat Naga Juang ini, juga mengevaluasi biaya yang harus dibayar oleh para kepala desa. “Awalnya 12 juta rupiah, tapi kami meminta agar pengusul menjelaskan secara rinci penggunaan anggaran tersebut. Akhirnya ada penyusutan menjadi delapan juta rupiah, belum termasuk cashback,” terangnya.
Lebih lanjut, Mukhsin mengungkapkan, Dinas PMD akan menekankan kepada para kepala desa yang mengikuti studi tiru agar hasil pengamatan selama program ini berjalan dimasukkan di dalam APBDes tahun 2023.
“Kami akan menekankan kepada para kepala desa agar hasil studi tiru ini diimplementasikan dalam APBDes tahun 2023. Setiap kepala desa harus bisa menggali potensi desanya,” sebutnya.
“Mereka harus jeli, jangan seperti selama ini ada beberapa kepala desa memaksakan desanya jadi desa wisata hanya karena melihat hasil dari desa lain di media atau televisi,” tutupnya.
Untuk diketahui, saat ini sebagian besar kepala desa asal Madina sedang mengikuti studi tiru di dua tempat berbeda. Lembaga Study Implementasi Akuntabilitas Publik (SIAP) menyelenggarakan studi banding dengan tema “Penguatan Kelembagaan dan Pengembangan Desa Wisata”.
Acara tersebut berlangsung dari 15-19 November 2022 di wilayah Berastagi dan Medan. Sementara Lembaga Orientasi Pengembangan Pembangunan Nasional (LOPPNAS) menyelenggarakan Kaji Banding Desa pada 16-18 November 2022 di wilayah Sumatera Barat dengan rute Bukittinggi, Solok, dan Sawahlunto. (RSL)